Ekonomi syariah mengorbit ke permukaan sesungguhnya sudah beberapa tahun terakhir ini. Eksposur terhadap eksyar tidak lain karena tren global dan berbagai familiarisasi terhadap halal lifestyle. Namun, ekonomi syariah secara khusus semakin meroket publisitasnya setelah sosok menteri BUMN mengambil kebijakan strategis, yakni menggabungkan bank syariah di bawah BUMN sebagai cikal-bakal lahirnya Bank Syariah Indonesia (BSI).
Gagasan pendirian BSI ini, jika ditarik balik, merupakan bentuk nasionalisme yang telah pernah hadir pada 1912 lewat Sarekat Islam (SI). Semangat pembentukan SI saat itu adalah menghimpun para pengusaha pribumi untuk kemajuan bangsa. Kala itu, di bawah kolonialisme, para tokoh yang mendirikan SI sepakat untuk meng-empower para pengusaha lokal.
Kembali ke masa sekarang, kehadiran BSI tidak hanya menjadikan entitas ini memiliki kekuatan gabungan dari bank-bank BUMN syariah yang sudah eksis sebelumnya, tetapi juga menjadi harapan baru untuk ekosistem ekonomi syariah di kiri-kanan, depan dan belakang.
Masih berusia satu tahun, BSI, alhamdulillah telah mendapatkan trust dari masyarakat, dengan mengokohkan posisi sebagai bank dengan aset sebesar Rp 251 triliun, peringkat tujuh dari seluruh bank di Tanah Air. BSI juga dipercaya untuk menghimpun dana pihak ketiga, dengan peringkat yang sama dibanding deretan perusahan perbankan dengan nama besar lainnya di Indonesia.
BSI juga sangat concern dengan pembangunan komunitas dan mendorong lahirnya semakin banyak wirausaha dari masjid, pesantren, dan sebagainya. Dengan begitu, upaya Erick Thohir yang saya sebut sebagai jihad, insya Allah mampu memberi multiplier effect dan mengokohkan posisi kita sebagai pemimpin ekonomi syariah global. Yang pasti, dengan kepemimpinan Indonesia, niscaya ekonomi syariah dapat mendorong kesejahteraan tak hanya umat Muslim, tetapi juga seluruh elemen bangsa dan negara.