Rilis Media

Sumpah Pemuda dan Visi Presiden

Peringatan 91 tahun Sumpah Pemuda tahun ini terasa istimewa. Pertama, Presiden Joko Widodo telah mencanangkan peningkatan kualitas manusia (human capital) sebagai prioritas pemerintah. Upaya ini akan menyentuh kelompok usia terpenting yaitu usia 16-30 tahun, kelompok pemuda. Kedua, Presiden Jokowi mempercayakan kementerian sebesar Kemendikbud kepada Nadiem Makarim, seorang anak muda. Artinya, Presiden menaruh harapan kepada generasi muda untuk mengambil peran lebih besar dalam menyiapkan masa depan. Dua hal ini menunjukkan semangat Sumpah Pemuda masih tetap relevan. Di tengah perubahan global yang serba cepat, kepeloporan pemuda semakin dibutuhkan. Peran sebagai pelopor dan pemersatu perlu dilengkapi dengan peran inovasi dan kreativitas. Kepeloporan inovasi ini tengah menjadi tren baru dalam bentuk pengembangan bisnis rintisan yang hampir semuanya didirikan oleh generasi muda. Bisnis rintisan seperti Gojek dan Bukalapak telah berhasil menghasilkan dampak sosial-ekonomi yang sangat besar. Selain itu, Presiden juga telah menunjuk Politikus Partai Golkar Zainuddin Amali sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Sinyalemen beberapa waktu lalu soal peleburan Kemenpora dan menitipkan urusan kepemudaan ke lembaga lain, rupanya tidak terjadi. Saat pelantikan Menpora yang baru, Presiden Jokowi menitipkan urusan sepakbola. Kita tahu, pengelolaan olahraga paling populer ini belum juga menghasilkan prestasi. Selain pengembangan olahraga, Kemenpora sebenarnya juga mengemban peran yang tak kalah berat sebagai leading sector pembangunan kepemudaan. Apalagi bangsa Indonesia akan segera memasuki tahapan puncak bonus demografi yang akan terjadi pada 2028-2035. Pembangunan kualitas pemuda yang akan menentukan, momentum ini berhasil jadi bonus, atau sebaliknya menjadi bencana demografi. Presiden dalam pidato tahunannya Agustus lalu, meminta agar momentum bonus demografi dimanfaatkan menjadi bonus lompatan kemajuan bangsa. Visi presiden tersebut perlu diturunkan menjadi kebijakan dan program-program yang inovatif. Membangun manusia akan berbeda dengan membangun infrastruktur. Butuh wawasan yang tepat, kebijakan dan program yang inovatif dan berkelanjutan. Belum lagi koordinasi dan sinkronisasi lintas-sektor yang selama ini sering menjadi tantangan kelembagaan.
Bonus demografi pemuda
Seperti apa kondisi kepemudaan saat ini? Data BPS tahun 2018 menunjukkan jumlah pemuda sebesar 63,82 juta atau 24,15 persen dari total penduduk. Walaupun proporsi pemuda dalam 7 tahun terakhir cenderung menurun, jumlahnya jelas masih sangat besar. Kualitas pemuda secara umum dapat dilihat terutama dari capaian pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja. Tiga sektor strategis ini mengalami sejumlah kemajuan. Tetapi masih membutuhkan upaya yang lebih serius untuk mencapai hasil yang diharapkan presiden. Sedikit saja dikutip di sini. Misalnya, meskipun angka partisipasi kasar (APK) sekolah dan perguruan tinggi terus meningkat, namun angka pengangguran pemuda masih tinggi, 13,47% di tahun 2018. Selama rentang Februari 2017-Februari 2019, angka pengangguran lulusan SD-SMA menurun, namun pengangguran lulusan perguruan tinggi malah meningkat. Pengangguran ulusan Diploma naik dari 6,4% ke 6,9% Sedangkan lulusan sarjana naik dari 5% ke 6,2%. Penyebabnya, keahlian pemuda tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Atau bisa juga karena ekspektasi penghasilan dan status yang tidak sesuai. Selain itu, juga karena ketersediaan lapangan kerja yang masih terbatas. Angka-angka di atas adalah contoh kecil tantangan yang perlu segera ditangani di sektor pembangunan pemuda. Belum lagi jika melihat sektor lain seperti kesehatan, gender, kewirausahaan dan kepemimpinan pemuda. Misalnya, isu kesehatan mental yang menyebabkan disabilitas (nonproduktivitas) masih cukup tinggi, terutama pada rentang usia 10- 29 tahun. Perkawinan anak juga masih tinggi. 11,2 persen perempuan usia 20-24 tahun menikah di bawah 18 tahun. Indonesia menjadi negara terburuk kedua di ASEAN.
Penguatan koordinasi dan sasaran
Pembangunan kepemudaan merupakan isu lintas-sektor yang cukup kompleks. Program pembangunan kepemudaan tersebar hampir di semua kementerian dan lembaga (K/L) baik di pusat maupun daerah. Selama ini masing-masing K/L memiliki program yang berjalan sendiri. Bahkan bisa disebut tumpang-tindih satu sama lain. Tidak ada agenda atau capaian bersama yang digunakan untuk mengukur efektifitas program dan kegiatan. Untuk mengatasi problem ini, Presiden Jokowi sebetulnya telah mengeluarkan Perpres 66/2017 tentang koordinasi strategis lintas sektor pelayanan kepemudaan. Namun dua tahun lebih, amanah Perpres untuk membentuk tim pelaksana koordinasi hingga kini belum ada. Rapat koordinasi pengarah level menteri pun belum pernah diadakan. Mengandalkan Kemenpora saja juga tidak mungkin, karena kapasitasnya yang terbatas. Program-program yang dilaksanakan oleh Kemenpora hanya sebagian kecil dari cakupan kebijakan pembangunan pemuda. Karena sebagian besar kebijakan dan program menjadi tanggungjawab K/L lainnya. Data Bappenas menunjukkan, anggaran yang dikelola Kemenpora hanya sekitar 0,196% dari total APBN. Sedangkan perkiraan kasar total program dan kegiatanpembangunan pemuda di 23 kementerian dan lembaga mencapai sekitar 16,8% dari APBN. Porsi terbesar berada di Kemendikbud, Kemenag dan Kemensos. Oleh karena itu koordinasi lintas-sektor dalam rangka pelayanan kepemudaan mutlak dilakukan. Kemenpora selaku leading sector pembangunan kepemudaan memegang peran penting. Karena itu, perlu peningkatan kapasitas kelembagaan Kemenpora dalam melakukan koordinasi dan sinkronisasi bersama K/L lain. Perpres juga mengamanahkan disusunnya Rencana Aksi Nasional atau RAN Pelayanan Kepemudaan. RAN akan berupa matriks program dan kegiatan yang dilakukan masing-masing K/L berdasarkan kebutuhan di lapangan (evidence based). Hingga akhir periode lalu, kabarnya RAN ini masih dalam tahap penyempurnaan. Adanya RAN dapat mendorong efektivitas dan efisiensi program di masing-masing K/L. Sehingga tidak terjadi lagi tumpang tindih program. RAN juga akan membuat pemantauan dan evaluasi berjalan efektif. Baik dalam hal pengukuran kinerja maupun pengukuran tingkat apresiasi atas program-program tersebut. Untuk mengukur pencapaian, saat ini kita juga memiliki Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) 2017 yang dirilis tahun 2018 lalu. Terdapat lima domain dan lima belas indikator yang secara terperinci menunjukkan capaian pembangunan kepemudaan di tingkat nasional maupun provinsi. Namun keberadaan IPP belum digunakan secara efektif baik oleh K/L di tingkat pusat maupun pemerintah provinsi. Sebagai contoh, tahun 2017 lalu Kemenpora menetapkan Kota Bandung sebagai salah satu Kota Layak Pemuda. Namun di tahun yang sama, IPP menunjukkan Jawa Barat menjadi provinsi terbawah dalam capaian pembangunan pemuda. Ke depan, sebagaimana ditegaskan berulang-ulang oleh Presiden Jokowi, perlu cara-cara baru dalam menjalankan pemerintahan. Hambatan pembangunan seperti menguatnya ego-sektoral dan kelembagaan perlu dikikis melalui koordinasi dan sinkronisasi melalui sistem yang berkelanjutan. Dalam hal pelayanan kepemudaan, Perpres 66/2017 beserta amanah turunannya: Tim Koordinasi, Rencana Aksi Nasional/Daerah dan Indeks Pembangunan Kepemudaan, perlu terus dikawal di level implementasi. Dengan begitu, antara komitmen Presiden akan berjalan seiring dengan dampak yang dirasakan oleh puluhan juta pemuda Indonesia, pemilik masa depan bangsa. Selamat Hari Sumpah Pemuda!
Arief Rosyid
Mantan TKN Milenial Jokowi-Amin, Ketua Umum PB HMI 2013-2015

Tokoh Milenial Apresiasi Kabinet Indonesia Maju

Siaran Pers

Tokoh Milenial Apresiasi Kabinet Indonesia Maju

Jakarta – Presiden Joko Widodo resmi melantik 34 menteri dan 4 pejabat setingkat menteri dalam Kabinet Indonesia Maju, Rabu pagi (23/10) di Istana Negara, Jakarta.

Kabinet ini akan fokus pada pengembangan sumber daya manusia, penciptaan lapangan kerja, dan pemberdayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Hal tersebut pun memperoleh respon yang positif dari tokoh milenial Arief Rosyid. Menurut mantan wakil ketua TKN Milenial ini, sejumlah figur seperti Erick Thohir, Bahlil Lahadalia, Wishnutama, Nadiem Makarim adalah figur-figur yang selama ini memperoleh tempat di hati milenial.

“Nama-nama tersebut banyak menginspirasi milenial untuk terus berkontribusi positif terhadap bangsanya. Meskipun mereka sudah ‘cukup’ terhadap dirinya sendiri, tapi mereka tetap mau mengabdi pada bangsa dan negara ketika diminta oleh Pak Jokowi,” jelas Arief Rosyid kepada wartawan usai pengumuman kabinet di Jakarta.

Mantan Ketua Umum PB HMI itu menambahkan, nama-nama baru lainnya baik yang berasal dari unsur Partai seperti Syahrul Yasin Limpo, Zainuddin Amali, Suharso Monoarfa maupun dari profesional seperti dr. Terawan, Prof. Mahfud, Teten Masduki, Tito Karnavian adalah figur-figur yang sudah teruji ketokohannya dan memiliki integritas atau track record yang baik pula selama ini. 

Belum lagi Menteri yang dipertahankan dalam periode sebelumnya seperti Sri Mulyani, Muhadjir Effendy, Basuki Hadimuljono, Sofyan Djalil, dan lainnya adalah mereka yang terbukti loyal pada Jokowi dalam merealisasikan visinya sebagai Presiden. 

“Saya pikir mereka adalah orang-orang terbaik yang dimiliki bangsa kita. Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH. Maruf Amin sendiri adalah sosok yang sangat peduli terhadap masa depan Indonesia. Ini dibuktikan dengan akan fokus kabinet pada investasi pembangunan sumber daya manusia,” kata Arief yang selama ini fokus pada isu pengembangan kepemudaan utamanya bonus demografi.

Arief yang kini tercatat sudah membentuk 25 kelompok kolaborasi milenial pun menghimbau kepada milenial agar terus berupaya memberi kontribusi positif bagi bangsa dan negara di manapun berada. 

“Hal terpenting sekarang ialah mendukung kabinet yang dibentuk presiden melalui kerja-kerja nyata di bidang kita masing-masing,” tegas Arief

Road to Milenial Fest 2019

JSC Hive, 18 Oktober 2019

Panel talkshow dengan tema: “The Future of Work in Indonesia”

Menuju gelaran MilenialFest 2019 yang akan digelar di akhir tahun ini, digelar rangkaian event Road to MilenialFest. Event pertama berupa talkshow panel dengan tema “The Future of Work in Indonesia.” Acara digelar pada Jumat 19 Oktober 2019 di JSC-Hive, sebuah co-working space di kawasan Satrio, Jakarta.

Acara menghadirkan pembicara dari organisasi sosial dan bisnis. Di antaranya Fadlan Muzakki, Koordinator PPI Dunia. Aghnia Banat, Managing Director SIAP Accelerator. Falma Kemalasari, Ketua MataGaruda wadah alumni LPDP. Kadhana K. dari GK Plug and Play Indonesia. Keynote speech disampaikan oleh Asrorun Niam Soleh Deputi bidang pengembangan pemuda Kemenpora RI.

Arief Rosyid, chairman MilenialFest mengungkapkan saat ini dunia sedang menghadapi perubahan disruptif. Antar-negara bukan hanya berebut investasi, juga berebut teknologi, berebut pasar, dan berebut orang-orang pintar.

“Akan banyak jenis pekerjaan lama yang hilang. Tetapi juga makin banyak jenis pekerjaan baru yang bermunculan. Ada profesi yang hilang, tetapi juga ada profesi baru yang bermunculan,” ujar Arief.

Arief mengungkapkan, sektor lapangan kerja Indonesia menghadapi dua problem mendasar. Pertama, sekitar 63 persen tenaga kerja di Indonesia merupakan lulusan SMP dan SD. Kondisi menyebabkan produktivitas dan daya saing tenaga kerja kita relatif rendah. Problem kedua, pendidikan dan keterampilan yang dimiliki tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Akibatnya, pekerja kesulitan mendapat pekerjaan, sedangkan industri mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja yang sesuai kebutuhan.

“Kita perlu memperkuat standarisasi dan sertifikasi kompetensi profesi. Selain itu juga memperkuat kolaborasi antara pemerintah dengan dunia industri dalam menyiapkan link-and-match,” lanjut Arief.

Arief melanjutkan, MilenialFest akan selalu menjadi hub, atau tempat berjumpanya milenial dari berbagai latar belakang. Yang berasal dari aktivis pergerakan bisa belajar membangun bisnis dan skill baru. Yang berasal dari dunia profesional bisa memperoleh wawasan sosial dan jejaring yang lebih luas. MilenialFest 2019 akan berisi kolaborasi lintas sektor milenial menyiapkan masa depan.

“Seperti sering disampaikan Presiden Jokowi, Indonesia butuh SDM unggul yang terus belajar bekerja keras dan berdedikasi. yang melakukan inovasi yang disruptif, yaitu membalik ketidakmungkinan menjadi peluang,” pungkas Arief.

 

https://ariefrosyid.id/wp-content/uploads/2019/10/Road-to-Milenial-Fest.mp4

Simposium Peneliti Jokowi III Bahas Politik Pascajawa Jokowi

Lembaga Suropati Syndicate menyelenggarakan simposium peneliti Jokowi yang ke-3 di teater utan kayu Jakarta Kamis (19/9). Acara simposium peneliti Jokowi ini merupakan kegiatan yang ke tiga kalinya diselenggarakan oleh Suropati Syndicate untuk membahas fenomena politik Jokowi.

Fokus kegiatan Simposium peneliti Jokowi ke -3 ini akan tertuju pada tema besar kegiatan yakni “Indonesia Pasca Jawa“. Menurut inisiator kegiatan Simposium Peneliti Jokowi, Muh Arief Rosyid Hasan, hal ini didasarkan pada realitas karakter kekuasaan Jokowi yang telah cukup mampu mengubah cara pandang kekuasaan yang sebelumnya selalu Jawa Sentris menjadi Indonesia Sentris.

“Dibawah kepemimpinan pak Jokowi kita melihat adanya pergesaran karakter kekuasaan yang selalu Jawa Sentris menjadi Indonesia Sentris. Gaya kepemimpinan ini faktanya melampaui pemimpin-pemimpin negara kita sebelumnya” Kata Arief di Jakarta (19/9).

Dijelaskan oleh Arief bahwa Presiden Jokowi adalah sosok Jawa yang berhasil keluar dari konsepsi kekuasaan Jawa yang selama ini diyakini oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya. Konsepsi Jawa memahami kekuasaan sebagai sesuatu yang sakral sehingga  harus memposisikan diri berada diatas menara gading yang berjarak dengan rakyatnya.

“Jokowi adalah representasi kekuasaan yang tidak lahir dari kekuasaan adikodrati atau sesuatu yang sakral. Dia menjadi pemimpin di yang dekat dengan rakyatnya. Inilah gaya kepemimpinan politik baru dari Jokowi yang kita rasakan” Ujar Arief

Perspektif indonesia sentris yang dipraktikan oleh Jokowi inilah yang menurut Arief menjadi serangkaian fenomena politik kenegaraan oleh Jokowi yang layak untuk menjadi sebuah diskursus dan pembelajaran.

“Tidak jarang kita melihat jokowi menggunakan pakaian adat dari daerah-daerah di luar jawa di berbagai acara resmi. Begitupun acara-acara keagamaan yang ia lakukan di luar jawa. Hal ini memberi kesejukan kepada keanekaragaman di Indonesia” Kata Arief

Sebagai informasi, kegiatan simposium peneliti Jokowi ke -3 ini akan menghadirkan empat narasumber diantaranya yaitu Fachry Ali Pengamat Politik LIPI, Manuel Kaisiepo mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Kabinet Gotong Royong , Aris Arif Mundayat Akademisi UGM/UNHAN, Asep Salahuddin Ketua Lakpesdam NU dan juga sebagai Moderator dalam kegiatan tersebut adalah Nezar Patria Pimred The Jakarta Post.

FGD Pencegahan dan Penanganan Pernikahan Usia Dini Pasca Bencana di Sulawesi Tengah

Kolaborasi Merial Institute, BKKBN, & LIBU Perempuan Sulteng gelar FGD Pencegahan dan Penanganan Pernikahan Usia Dini Pasca Bencana di Sulawesi Tengah

Kita selalu berharap generasi muda dapat memperoleh pendidikan, jaminan kesehatan, dan pekerjaan yang layak. Tapi pertemuan saya dengan para penyintas perkawinan anak di Palu, membuat saya khawatir terhadap masa depan.

Pasca tsunami, liquifaksi, dan gempa di Palu, puluhan anak dilaporkan menjadi korban dari perkawinan anak. Entah dari niat mereka sendiri, atau desakan orang tua.

Perkawinan anak adalah musibah, bencana lanjutan yang akan berujung pada bencana demografi. Bencana ini menyebabkan generasi muda tidak mendapatkan akses pendidikan, jaminan kesehatan reproduksi, dan berkurangnya angkatan kerja muda. Hal ini tentu menyebabkan bahaya sebuah generasi untuk 10 hingga 20 tahun mendatang.

https://m.kumparan.com/paluposo/sulawesi-tengah-masih-jadi-daerah-penyumbang-pernikahan-anak-tertinggi-1rojBuoaVbB

https://www.voaindonesia.com/a/libu-perempuan-33-kasus-kawin-anak-pasca-bencana-di-sulteng/5074916.html

http://metrosulawesi.id/2019/09/07/sulteng-penyumbang-pernikahan-dini/

Pernikahan Dini Rusak Generasi Bangsa

BKKBN Fokuskan FGD Program Pencegahan Pernikahan Anak di Sulteng

Salam hormat, Arief Rosyid (Merial Institute)

Ancaman Bencana Demografi perlu Penanganan Lintas Sektor

PRESS RELEASE

Jakarta (21/8) – Ledakan jumlah penduduk berusia muda dalam tahun-tahun mendatang perlu dikelola dengan intervensi kebijakan lintas sektor yang sesuai. Hal ini penting untuk dilakukan guna mencegah terjadinya bencana demografi akibat dari buruknya pengelolaan penduduk usia muda.

Melihat urgensi dari intervensi kebijakan lintas sektor di bidang kepemudaan ini, Merial Institute berinisiatif untuk menyinergikan para stakeholder di bidang kepemudaan dan pemerintah di dalam sebuah forum diskusi yang bertajuk “Mencegah Bencana Demografi melalui Penyusunan RPJMN 2020 – 2024 Bidang Pembangunan Pemuda”.

Forum yang dihadiri oleh perwakilan dari Kemenko PMK, Bappenas RI, Kemenpora, dan BKKBN ini juga ditujukan untuk mendorong pemerintah agar menjadikan isu kepemudaan sebagai prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020 – 2024.

“Bonus demografi tanpa disiapkan dengan baik akan berbalik menjadi bencana demografi. Kami mendorong kerjasama lintas sektor agar isu ini masuk ke dalam RPJMN 2020-20204,” ujar Arief Rosyid, Direktur Merial Institute dalam diskusi tersebut.

Upaya menjadikan isu kepemudaan sebagai prioritas ini tentu dilatarbelakangi oleh masih banyaknya permasalahan yang mendera pembangunan pemuda di Indonesia. Masalah-masalah tersebut antara lain adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan tingkat perkawinan anak yang juga masih tinggi serta rendahnya partisipasi pemuda dalam penyusunan kebijakan kepemudaan.

Dalam diskusi, Bapak Arfan dari Bappenas RI juga menekankan betapa masalah- masalah kepemudaan tersebut menjadi penyebab belum optimalnya peran pemuda dalam pembangunan. Dengan target peningkatan Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) yang cukup ambisius sebanyak 6,17 poin di tahun 2024, tentu koordinasi kebijakan lintas sektor di bidang kepemudaan ini harus jauh ditingkatkan lagi.

Berbicara tentang IPP sendiri di dalam negeri yang sudah berjalan kurang lebih 4 tahun, ternyata didapati sebuah fakta yang cukup menarik. Bahwa provinsi yang dianggap performanya paling buruk dalam pembangunan kepemudaan selama 4 tahhn terakhir justru berada di pulau Jawa, pulau yang dinilai mendapatkan pembangunan

infrastruktur paling banyak dibandingkan pulau-pulau lainnya.

“Berdasarkan data yang ada dalam IPP, Provinsi Jawa Barat dapat dikatakan menuai capaian yang paling tidak baik dan mencapai titik nadirnya di tahun 2018, dimana Jawa Barat menempati posisi paling buncit dalam pembangunan kepemudaan.” jelas Bapak Esa, Karo Perencanaan Kemenpora.

Selain membicarakan IPP dan juga RPJMN di bidang kepemudaan, Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2017 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Pelayanan Kepemudaan juga menjadi perhatian dari para pembicara.

“Selama beberapa tahun terakhir, sebagai Kementerian Koordinator yang mengawasi, kami menilai memang pelaksanaan Perpres ini masih belum maksimal.” ujar Alfredo Sani, Kemenko PMK.

Banyak sekali pekerjaan rumah yang harus dikebut hingga akhir tahun 2019 ini untuk memastikan nasib para pemuda Indonesia ke depan. Apakah pemuda Indonesia akan menjadi batu lompatan kemajuan besar bagi bangsa ini atau justru menjadi petaka, semua bergantung pada sikap kita hari ini.

Hormat kami,

drg. M. Arief Rosyid, M.KM.

Direktur Eksekutif

Menteri Milenial di Kabinet Jokowi: Bakal Nyata atau Cuma Wacana?

Menteri Milenial di Kabinet Jokowi: Bakal Nyata atau Cuma Wacana?

Oleh: Selfie Miftahul Jannah – 8 Juli 2019

Sumber : https://tirto.id/menteri-milenial-di-kabinet-jokowi-bakal-nyata-atau-cuma-wacana-edLQ

tirto.id – Rangkaian Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 sudah rampung. Pasangan terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amien tinggal menunggu tanggal pelantikan. Perhatian publik kini beralih pada siapa saja sosok-sosok yang akan dipilih masuk dalam kabinet Jokowi selanjutnya.

Di tengah penantian itu, Jokowi mengisyaratkan bakal memilih menteri milenial atau anak muda dalam kabinet 2019-2024. Jokowi mengatakan kabinet ke depan memerlukan orang-orang yang dinamis, fleksibel dan mampu mengikuti perubahan zaman uang sangat cepat.

“Bisa saja ada menteri umur 20-25 tahun. Tapi, dia harus mengerti manajerial, manajemen, mampu mengeksekusi program yang ada. Umur 30-an juga akan banyak,” kata Jokowi seperti dikutip dari Harian Kompas Edisi Selasa (2/7/2019).

Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Eriko Sotarduga memastikan Jokowi serius untuk menggaet menteri dari kalangan milenial. Ia mengatakan perlu ada pergantian orang di kabinet agar kinerja pemerintahan bisa lebih baik ke depan. 

“Beliau [Jokowi] perlunya menteri-menteri muda, menteri yang milenial, yang cepat, agresif dan siap terima tantangan karena perubahan ini sudah harus dipahami lagi,” kata Eriko di kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

Dalam kesempatan berbeda, Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni mengatakan pelibatan milenial dalam kabinet akan menguntungkan Jokowi. Ia beralasan anak muda diharapkan bisa membantu kabinet beradaptasi dengan perkembangan zaman di berbagai sektor. 

Antoni menuturkan saat ini penduduk Indonesia didominasi anak muda usia produktif kisaran 20-30 tahun yang melek dan bergantung pada teknologi. Ia khawatir bila tantangan itu tak bisa dijawab pemerintah, maka pemerintah Jokowi 5 tahun ke depan bisa terganjal banyak hambatan.

“Memberikan posisi yang proporsional yang tepat pada anak muda tentu bakal membantu Pak Jokowi dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat,” ujarnya.

Bukan Sekadar Wacana 

Arief Rosyid, juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf percaya menteri dari kalangan milenial di kabinet mendatang bukan sekadar wacana. Ini karena menurutnya Jokowi ingin ada terobosan-terobosan dalam pengambilan keputusan.

“Pak Jokowi percaya dengan adanya menteri muda, misalnya menteri milenial itu akan ada terobosan berani memutuskan sesuatu,” ujarnya.

Selain itu, keseriusan Jokowi merekrut menteri dari kalangan milenial menurut Arief juga tampak dari pernyataan-pernyataan Jokowi. Ia misalnya bukan saja terus mengulang wacana ini tapi juga secara spesifik menyebut kriteria usia. “Harusnya (tentang menteri dari milenial) ini sangat serius karena buktinya pernyataan itu diulang-ulang,” katanya.

“Ini jadi sinyal.”

Menurut Arief anak muda perlu diberi kesempatan berperan dalam proses pengambilan kebijakan. Ini penting agar mereka tidak melulu menjadi objek tapi juga subjek yang bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

Arief mengatakan dikotomi representasi tua dan muda, parpol atau nonparpol dalam mengisi jabatan di kabinet sudah tidak lagi relevan. Menurutnya yang dibutuhkan sekarang adalah kemampuan mengelola pemerintahan dengan baik, benar, profesional, dan cepat. “Makanya salah satunya punya kemampuan manajerial, memliki track record, dan kualitas mumpuni,” kata mantan Ketua Umum PBHMI ini.

Soal wacana dirinya menjadi salah satu kandidat calon menteri dari kalangan milenial Arief mengatakan ia menyerahkan hal itu kepada Jokowi. “Tugas kita hanya memastikan Pak Jokowi terpilih. Semua terserah beliau,” ujarnya. 

Jangan Cuma Gagah-gagahan

Namun,Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin mengingatkan Jokowi agar pelibatan anak muda di kabinet jangan cuma sebatas gagah-gagahan. Ia mengatakan dua aspek yang mesti diperhatikan Jokowi. Aspek yang pertama yakni ahli di bidang yang dipercayakan.

Menurut Ujang, untuk melihat seseorang ahli atau tidak di bidang tertentu bisa dilihat dari jejak rekamnya. Ia mengatakan mulai dari latar belakang pendidikan hingga punya prestasi secara profesional.

“Misalnya Nadiem Makarim itu [CEO] Gojek, dia kan ahli dalam membantu khalayak mendapatkan pekerjaan. Itu kan disebut ahli, jadi manfaatnya banyak untuk bangsa,” kata Ujang, Jumat (5/7/2019).

Aspek berikutnya adalah kematangan secara psikologis. Ujang mengatakan mereka tentu akan menemui pejabat yang lebih senior secara usia di kementerian atau lembaga tertentu. Bila anak muda ini tidak bisa beradaptasi dengan birokrasi dan lingkungan kerja, lanjut dia, kementerian yang dipimpin malah tak bisa bekerja optimal.

“Kan belum tentu yang muda ini diterima oleh senior-senior yang tua di birokrasi,” tutur ujang.

Ujang menyebut menyebut beberapa kementerian yang bisa diisi menteri milenal, di antaranya Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Sosial dan Menteri Ketenagakerjaan.

“Jangan hanya Menteri Pemuda dan Olahraga. Tapi yang muda ini harus kompeten untuk berkontribusi memperbaiki masalah di negara ini,” ujarnya.

Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Gilang Ramadhan

Masjid Al Hilal atau Masjid Tua Katangka adalah saksi bagaimana penyebaran agama Islam dilawali oleh para ulama lewat pemuda, yaitu Sultan Alauddin, raja Gowa yang saat itu berusia sekitar 17 tahun. Sultan ini juga yang kemudian mendukung penyebaran dakwah Islam ke seluruh Sulawesi Selatan.

Empat abad berlalu, DMI dan Irmahi Katangka, menyadari visi ulama masa lampau, bahwa dakwah Islam harus mengarusutamakan para pemuda.

Lewat kegiatan Tablig Akbar dan Halalbihalal, bertajuk ‘Kebangkitan Kaum Muda Milenial Literat dan Enterpreneurship dari Masjid’, kami membawa misi dakwah Islam kepada para milenial dan Generasi Z. Islam yang toleran dan damai lewat kesadaran literasi dan pemberdayaan ekonomi.

Dan saya bangga dipercayakan untuk berbagi di acara ini. Di hadapan para generasi muda calon pelanjut estafet negara, bangsa, dan Islam ini.

drg. M. Arief Rosyid
Anggota Pokja Pelayanan Kepemudaan