Sekilas, wajahnya agak pucat. Sesekali, ia terbatuk, dan berusaha menstabilkan napasnya.Di luar ruangan, ada tiga orang berbaju perawat dengan lambang salah satu rumah sakit di bilangan Kuningan.
Sosok yang ditunggui para perawat tersebut adalah ekonom dan kolumnis kawakan, Dr. Fachry Ali. Beliau sering saya undang ke berbagai kesempatan untuk mengisi kehausan kita akan nalar dan pemikiran kritis terkait umat dan bangsa.
Dan sekali lagi, beliau membuktikan, bahwa kedekatan tak berarti kealpaan untuk memberikan kritik dan masukan.
Di hadapan forum Tasyakuran dan Peluncuran Buku yang saya gelar, beliau melontarkan kritik konstruktif: bahwa keinginan kaum muda untuk tampil dalam politik adalah tragedi.
Karena, kaum muda tersebut lebih menikmati masuk ke dalam relung kekuasaan, tetapi tak lagi berperan menyuarakan suara bangsa.
Bang Fachry juga memberi pernyataan menukik, bahwa partai politik dan anak muda masih belum harmonis. “Parpol belum bisa mengartikulasikan kemauan anak muda,” begitu ungkap Bang Fachry.
Meski pernyataan beliau sangat tegas, tetapi itulah yang saya, dan mungkin banyak senior lainnya nantikan dari Bang Fachry. Meminjam kata-kata Pak Menkeu Purbaya, bahwa di zaman seperti ini, kita harus meminimalisasi sikap ABS: Asal Bos Senang.
Terima kasih Bang Fachry dan para senior yang telah berkenan hadir. Semoga di berbagai persimpangan hidup, nasihat dan kritik konstruktif selalu mengalir.