Arief Rosyid Hasan
Ketum PB HMI 2013-2015, Founder Merial Institute

Kemarin saya ikut mendampingi Bang Bahlil lalu dapat kuliah 10 SKS, ngobrol tentang syarat Indonesia Maju dengan jalan perbaikan kebijakan, kelembagaan, dan tata kelola hilirisasi. Jalan ini ditempuh dengan mendorong transformasi struktural dan menciptakan nilai tambah, hilirisasi yang sepenuhnya berkeadilan dan berkelanjutan khususnya bagi masyarakat-orang muda, pengusaha, ormas, dan pemerintah daerah.

Kini beliau peroleh amanah sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, memimpin hampir sebagian besar kementerian/lembaga strategis. Juga memimpin Ketua Umum Partai Golkar, terbesar di Koalisi Indonesia Maju Plus. Tidak ada yang berubah, termasuk kesediaannya untuk terus memberi nasehat dan bimbingan.

Sejak 2013, Bang Bahlil adalah kakak yang selalu membuka jalan untuk semua khususnya mereka yang datang dari daerah. Tahun itu (12 tahun lalu) cuma dengar namanya, ketika ikut urunan untuk membantu saya terpilih sebagai Ketum PB HMI 2013-2015. Diajak masuk kepengurusannya di BPP HIPMI 2015-2019, diberi amanah untuk ikut mendorong RUU Kewirausahaan.

Beberapa substansi RUU yang akhirnya tidak jadi UU tersebut, semuanya telah termaktub dalam UU Cipta Kerja ketika beliau sebagai Menteri Investasi / Kepala BKPM. Isinya tentang kemudahan berusaha melalui berbagai kebijakan, seperti mempermudah perizinan, meningkatkan ekosistem kewirausahaan, dan memberdayakan masyarakat dengan pola kemitraan pemberdayaan UMKM.

Yang teranyar, beberapa pekan lalu perubahan keempat UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) telah disetujui DPR RI. Baginya ini adalah Jihad Konstitusi untuk mengembalikan roh, makna, substansi, dan tujuan dari Pasal 33 UUD 1945 di mana seluruh kekayaan negara – baik di darat, laut, maupun udara – harus dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

UU Minerba ini tidak hanya untuk memastikan transparansi dan tata kelola yang baik, juga ada afirmasi dan keberpihakan kepada organisasi-organisasi kemasyarakatan keagamaan, BUMD, UMKM, dan koperasi. Ikhtiar ini untuk memberi ruang yang besar agar masyarakat juga dapat mengelola sumber daya alam yang terdapat di daerahnya, sebagaimana yang dicita-citakan Presiden Prabowo.

Keberpihakan dan komitmen yang tebal seperti ini tidak pernah berubah. Intinya beliau masih memiliki konsistensi atau dalam bahasa agama disebut sebagai istiqomah. Tidak ada sedikitpun perubahan, ketika berkiprah dalam organisasi maupun kini berkhidmat sebagai pejabat negara. Titipnya, kita perlu ikhlas dan berani berbuat untuk hajat hidup orang banyak.

Visi ketika maju sebagai Ketum BPP HIPMI, “membuka jalan untuk semua” tetap relevan hingga kini. Dalam banyak pertemuan, beliau menyampaikan pentingnya orang di daerah dan di kota seperti Jakarta punya kesempatan maju. Sehingga semua orang khususnya pengusaha baru bisa dapat akses yang sama untuk kuat dan ikut besar, agar rasio gini kita tidak terlalu besar dan melebar.

Oh iya, dalam berorganisasi pesan yang selalu terngiang-ngiang sampai hari ini ketika saya diberi amanah dalam kepengurusannya di HIPMI sebagai departemen, “Rif, lebih baik miskin struktur tapi kaya fungsi, daripada kaya struktur tapi miskin fungsi”. Waktu itu saya jawab dengan kelakar, “Bang lebih baik lagi kaya struktur, kaya fungsi, sehingga luas manfaat untuk umat dan bangsa”.

Dalam berorganisasi, saya banyak meneladani ketulusannya dalam berkorban, semua rela dipertaruhkan asal terjadi kemajuan bagi institusinya. Juga keberpihakannya pada masa depan umat dan bangsa, sedikitpun beliau tidak gentar atas berbagai ujian juga tantangan yang dihadapinya. Bisiknya lagi, “Rif, loyalitas abang ini untuk bangsa dan negara. Kurang apalagi bangsa dan negara berikan kepada abang, saatnya abang berterimakasih dengan berbuat yang terbaik”.

Akhirnya, pertemuan diakhiri dengan titipan Buku “Golkar : Sejarah Yang Hilang, Akar Pemikiran & Dinamika” karya David Reeve, seorang peneliti, sejarawan, dan Associate Professor UNSW Sydney. Semangatnya ingin mengembalikan Golkar kembali ke khittahnya. Mula-mula sebagai golongan-golongan fungsional yang disebut golongan karya, lalu bertransformasi sebagai mesin politik untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Tuhan YME.

Semoga!