Arief Rosyid Hasan
(Komandan TKN Fanta Prabowo – Gibran, Ketum PB HMI 2013-2015)
Penahanan Nadiem Makarim dalam kasus dugaan korupsi laptop mengguncang publik. Ia bukan hanya mantan menteri, tetapi simbol kepemimpinan muda Indonesia yang visioner dan progresif. Peristiwa ini menyadarkan kita bahwa energi dan gagasan tidaklah cukup. Kepemimpinan muda membutuhkan integritas, etika publik, serta kemampuan mendengar kebijaksanaan dari mereka yang lebih berpengalaman.
Momentum ini beriringan dengan Maulid Rasulullah SAW, saat umat Islam mengenang kelahiran manusia agung. Rasulullah diangkat menjadi Nabi di usia empat puluh tahun, usia yang masih tergolong muda. Beliau dikelilingi sahabat muda penuh energi, namun tetap mendengar dan menghargai kebijaksanaan para senior, seperti Abu Bakar dan Umar yang menjadi pilar kokoh dakwah Islam.
Dari sinilah kita belajar pola kepemimpinan ideal. Energi muda yang progresif perlu dipandu kebijaksanaan generasi sebelumnya dan ditopang akhlak mulia. Kombinasi inilah yang membuat Islam bertahan melintasi zaman. Kepemimpinan muda haruslah menjadi kekuatan perubahan, tetapi dengan kesadaran bahwa pengalaman adalah guru terbaik yang memberikan arah dan pijakan.
Indonesia sedang berada di puncak bonus demografi. Lebih dari separuh rakyat adalah generasi muda. Inilah ruang utama bagi mereka untuk memimpin, baik di politik, dunia usaha, maupun masyarakat sipil. Namun memasuki sektor publik berarti siap menghadapi risiko: memahami tata kelola kelembagaan, menaati aturan main, serta menjunjung tinggi etika publik tanpa kompromi.
Kepemimpinan bukan hanya keberanian membuat terobosan, melainkan kesanggupan menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompok. Rasulullah SAW menegaskan, seorang pemimpin sejati adalah amanah bagi seluruh umat. Prinsip inilah yang harus dipegang generasi muda, agar energi kepemimpinan mereka tidak tergelincir menjadi sekadar ambisi pribadi.
Kasus Nadiem tidak boleh memadamkan harapan pada kepemimpinan muda. Sebaliknya, ia menjadi cambuk agar generasi ini lebih waspada dan matang. Mimpi besar hanya bisa diwujudkan bila ditopang integritas besar. Kepemimpinan muda tanpa integritas adalah jalan rapuh, tetapi kepemimpinan dengan akhlak dan kebijaksanaan adalah fondasi kokoh menuju Indonesia Emas 2045.
Momentum Maulid mengingatkan, Rasulullah memimpin bukan karena usia, melainkan karena akhlak. Ia adalah teladan bahwa integritas dan etika adalah inti dari kepemimpinan. Maka generasi muda harus meneladani jejak itu: berani bermimpi, rendah hati mendengar, disiplin menaati aturan, dan setia pada kepentingan umum. Hanya dengan itu, bonus demografi menjadi berkah, bukan bencana.