Tahun 2008, beberapa bulan baru pulang dari mengikuti LK III di Padang saya mengurungkan niat untuk keluar kota lagi. Maklum waktu itu ke Padang saya banyak merepotkan orang untuk berangkat, mulai dari membantu pada saat pembuatan makalah, hingga sponsor untuk membeli tiket pesawat Makassar-Jakarta-Padang.
Sempat tidak diizinkan untuk berangkat oleh beberapa senior karena dianggap masih terlalu muda dan lain-lain. Tapi niat tulus dan tekad bajalah yang memaksa saya melampaui semua keterbatasan waktu itu. Alhamdulillah saya lulus LK III dengan predikat juga yang terbaik.
Tak dinyana, saya peroleh telpon untuk ikut ke Kongres di Palembang, setengah memaksa. Ujarnya di ujung telpon, telah selesai perkaderan formal saya di HMI, tinggal menuntaskan perkaderan informal dan nonformal yang lain. Kisah perjalanan sebagai romli (rombongan liar) akan saya tuliskan kemudian.
Kini 11 tahun yang lalu, saya membayangkan saat saya berfoto dengan Ketum PB HMI 2008-2010 Kanda Arip Musthopa. Saat itu pula saya bermimpi jadi Ketum PB HMI, sederhana saja alasannya karena ingin berfoto dengan banyak kader HMI.
Alhamdulillah 6 tahun yang lalu mimpi saya menjadi kenyataan, saya terpilih sebagai Ketum PB HMI 2013-2015 di Kongres HMI XXVIII dan tentu saja banyak kader yang ingin berfoto. Hehe.
Kongres saya terbilang unik, kenapa? Selain karena sebelumnya terjadi dualisme bahkan hingga tigalisme kepengurusan. Pelaksanaannya terlama dalam sejarah, sebulan. Juga tempat yang terbanyak, tiga kali berpindah dari Asrama Haji ke GIC, lalu terakhir di GOR Ragunan, sedikit lagi nyebrang ke Kebun Binatang, Ragunan. Hehe.
Terngiang harapan Bang Miftahun Najah (Sekretaris SC Kongres XXVIII) sesaat setelah saya terpilih, yang terekam baik di jejak digital https://m.tribunnews.com/amp/nasional/2013/04/16/setelah-kongres-sebulan-arif-rosyid-terpilih-jadi-ketum-pb-hmi agar kepemimpinan baru saya dapat membenahi persoalan internal HMI yang diwarnai dengan dualisme cabang, kaderisasi kembali berjalan, dan mengembalikan HMI ke tempat asalnya yakni Masjid dan Kampus. Alasannya kata beliau, HMI cenderung mengarah ke elit politik dan jauh dari masyarakat.
Alhamdulillah, selama dua tahun masa kepengurusan, harapan tersebut pelan-pelan saya wujudkan. Mempertahankan agar tidak pecah kembali, menyelesaikan belasan cabang yang berkonflik, mendekatkan HMI dekat dengan masyarakat dengan sejumlah kegiatan “HMI untuk Rakyat”, dan memusatkan berbagai kegiatan di Masjid dan Kampus. Bahkan hingga kini mengabdi sebagai pengurus Masjid, dari HMI ke DMI.
Kini kita dengan tidak sabar menanti saat pelaksanaan Kongres HMI, yang akan melahirkan kembali satu generasi terbaik kader ummat dan bangsa. Seiring dengan itu ada kekhawatiran Kongresnya akan kembali panjang dan berpindah-pindah tempat. Semoga saja tidak, tentu dengan kebijaksanaan para generasi PB HMI periode ini, bukan cuma dia, juga kamu. Ya, kedua-duanya. Hehe.