Dubai teramat berkesan buat saya, terutama karena kota tersebut menjadi kota pertama di luar Indonesia yang saya kunjungi setelah perbatasan internasional mulai dibuka akibat pandemi.
Saya mendapat kesempatan menghadiri EXPO 2020 Dubai, meng-eksplor pameran perdagangan yang megah ini, termasuk mengunjungi paviliun Indonesia, mengikuti pidato Menteri Perdagangan, dan bertukar pikiran dengan banyak figur, mulai dari kawan – kawan muda di HIPMI hingga Menteri BUMN Erick Thohir.
Pada pidatonya di hadapan pimpinan pemerintahan Uni Emirat Arab (UAE) dan Indonesia, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan makna dari tema “Creating the Future from indonesia to the World” yang diusung dalam EXPO 2020 Dubai.
Pak Mendag menyampaikan, Indonesia ingin fokus pada dua hal, yakni bagaimana membangun masa depan untuk Indonesia dan bagaimana Indonesia berkontribusi untuk dunia.
Indonesia yang memiliki kekayaan ekologi, sumber daya manusia, budaya, dan tradisi, akan mengupayakan masa depan yang sustainable untuk melindungi bumi dan generasi penerus, dan dengan demikian, turut berkontribusi untuk dunia yang “more than just economy”.
Secara makna, visi Indonesia yang disampaikan Pak Mendag, adalah harapan untuk pemimpin – pemimpin muda di berbagai lapisan masyarakat. Anak – anak muda kita sudah melek dengan sustainability. Anak mudalah yang menginisiasi banyak gerakan sayang bumi. Anak muda pulalah yang punya banyak ide dan aktivasi untuk menggerakan ekonomi berbasis masyarakat.
Sembari menelusuri Dubai yang tak berhenti membuat saya terkagum, saya juga mendapatkan kesamaan antara padang gurun ini dengan Indonesia masa depan. Dubai menjadi kota dengan pembangunan yang tak terbatas, bahkan beyond our imagination, karena dipimpin oleh darah muda.
Sheikh Rashid bin Saeed Al Maktoum adalah tokoh pembangunan Dubai. Saat masih berusia 27 tahun, sang putra mahkota kerajaan mulai andil dalam memimpin kota. Berbagai fasilitas modern diperkenalkannya sejak tahun 1941, yakni membangun kantor pos, sistem kesehatan dan rumah sakit, hingga pembangunan Dubai International Airport di tahun 1960.
Salah satu anekdot yang terkenal dari Sheikh Rashid adalah, jika orang tuanya dulu mengendarai unta, dan dirinya sendiri menaiki Mercedes Benz, jangan sampai cucu dari anak – anaknya kembali naik unta. Selain itu, Sheikh Rashid juga memiliki visi, agar semua yang yang nomor satu ada di Dubai: gedung tertinggi, bandara termegah, dan seterusnya.
Ambisi Sheikh Rashid dan dukungan kerajaanlah yang membuat Dubai yang dulu hanya padang pasir, kini menjadi kota metropolitan dengan banyak hal yang “wah” tiap kaki ini melangkah.
Saya membayangkan, Indonesia yang pemimpin mudanya dipercaya, pasti bisa menyamai bahkan melampaui Dubai. Di sekeliling saya saja, sudah ada sosok seperti Bang Bahlil, Bang Lutfi, Bang Erick, dan banyak lagi darah – darah segar dengan visi yang kaya untuk membangun Indonesia!
BSI “mendarat” Dubai
Kabar baik datang di Dubai, kebetulan saat saya sedang di sana. PT Bank Syariah Indonesia (BSI) sudah pada tahap akhir untuk memperoleh izin dari Dubai Financial Service Authority untuk membuka kantor representatif di Dubai, dengan diterimanya letter of incorporation dari Dubai International Financial Center (DIFC).
BSI akan menjadi bagian dari DIFC dan menjadi lebih dekat dengan pusat ekonomi Dubai, bahkan lebih dekat untuk menjadi pemain kunci dalam ekosistem perbankan syariah global.
Kehadiran BSI juga kami harapkan bisa mempererat relasi antara Indonesia dengan UAE, serta negara – negara Timur Tengah lainnya. Apalagi, Dubai termasuk pusat keuangan syariah global. Sejalan dengan pembukaan kantor BSI, Indonesia, dari sisi perdagangan internasional, juga baru saja membuka Indonesian Promotion Center (ITPC) di Dubai.
Tentu saja, mendaratnya BSI di Dubai juga bisa berkontribusi membantu eksportir Indonesia yang memasarkan produknya ke Timur Tengah.