Tulisan pertama soal regenerasi 2024 ini bagi kami menjadi relevan dengan situasi terkini, ketika dunia medsos kita sudah kembali dihujani oleh hiruk pikuk kontestasi 2024. Sepertinya tidak banyak berubah dengan situasi politik sebelumnya tanpa diimbangi dengan pengarusutamaan gagasan.

Seperti yang lalu-lalu, ributnya dunia maya berdampak juga pada ributnya dunia nyata. Apa yang kita saksikan misalnya pasca Formula E, saut-sautan para pendukung, perpecahan dengan caci maki, berikut hal kontraproduktif lainnya tumbuh subur.

Melihat fenomena tersebut akan menyebabkan keterbelahan sosial yang terjadi di semua lini. Dalam interaksi yang kita bisa saksikan pasca 2019, meski Prabowo – Sandi telah bergabung sebagai Menteri dalam Kabinet Indonesia Maju, masih banyak yang belum move on.

Situasi ini akan terus berlanjut, sambung menyambung jelang kontestasi 2024. Yang akan lebih memprihatinkan jika tidak ada upaya serius untuk membendungnya maka dapat dipastikan akan terjadi mengutip istilah Buya Syafii Maarif, “kerusakan yang nyaris sempurna”.

Dalam diskusi ringan sore hari bersama senior-senior dari berbagai media, saya pelan-pelan mengikuti keprihatinan mereka terkait hal di atas. Polarisasi yang terjadi seperti menghadirkan lebih banyak orang bodoh di Indonesia, mengangguk atas apa yang bertentangan dengan nuraninya.

Ikhtiar tulisan-tulisan ini tentu tidak akan lepas dari subyektifitas saya sebagai penulis, tapi setidaknya akan menggambarkan apa yang menjadi berbagai pertimbangan dalam menentukan sikap. Lebih khusus, saya alamatkan kepada teman-teman sesama Generasi KITA (Kaum Muda).

Generasi KITA tidak hanya generasi penerus, juga generasi penentu dalam berbagai lini kehidupan khususnya di tahun politik 2024. Jumlah pemilih Generasi KITA yang terdiri dari milenial dan generasi Z lebih dari separuh dari generasi X dan baby boomer.

Kesadaran KITA harus terus dibentuk sendiri, tidak given dari generasi sebelum KITA. Dengan kesadaran tersebut akan menggerakkan KITA untuk memperjuangkan kepentingan Generasi KITA, yang masih terhindar dari politik hitam nan kotor.

Mengingat pesan M. Natsir, “Kalau memang saudara-saudara merasa tidak perlu sertai politik biarlah tidak usah berpolitik. Tetapi saudara-saudara jangan buta politik. Kalau saudara-saudara buta politik, maka saudara-saudara akan dimakan oleh politik”.