Nahdlatul Ulama (NU) diyakini sebagai organisasi Islam tertua di Indonesia. Pada akhir pekan kemarin, tak hanya merefleksikan kejayaan NU, bersama narasumber lain, kami ikut urun rembuk mengenai tantangan NU dalam masa sekarang ini, khususnya lewat sayapnya, yakni Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama. 

Urun rembuk tersebut dikemas dalam Tasyakuran Hari Lahir ke-69 IPNU dan Sarasehan Pelajar dengan tema diskusi “Milenial NU Menyongsong Abad ke-2 Nahdlatul Ulama”. Saya berdiskusi dengan Kepala Pusdatin Dr. Hasan Chabibie dan Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja RI, Mas Caswiyono. 

Menjawab tantangan tersebut, saya mengulas dua poin topik. Yakni, bagaimana relevansi Rekan/Rekanita IPNU terhadap berbagai tantangan yang kita hadapi. Dengan modal seperti keterampilan dalam berorganisasi. Poin ini terkait dengan topik kedua, yakni, kebaikan yang dapat dilipatgandakan dan disebar kepada anggota, kader hingga pengurus IPNU di seluruh Indonesia. 

Komentar saya ini memiliki benang merah juga dengan gagasan Ketua PP IPNU 2022-2025 Mas Agil Nuruzzaman, yang mengatakan, bahwa untuk meningkatkan dampaknya, maka Rekan/Rekanita IPNU perlu kembali untuk ‘turun’ ke masjid

Tasyakuran IPNU dan Peran Anak Muda Menyongsong Abad ke-2 Nahdlatul Ulama

Dengan pandangan Mas Agil ini, saya rasa apa yang saya dan teman-teman perjuangkan saat ini memiliki satu spektrum. Bayangkan jika ikhtiar ini kami gabungkan, maka pemberdayaan masjid akan bergerak dengan masif, dan dapat kita kontribusikan untuk kemanfaatan bagi umat dan bangsa. Mohon doanya untuk kebaikan-kebaikan yang dapat kami kolaborasikan ke depannya ya…