Memperbaiki bangsa yang besar ini bisa dimulai dengan secara terus-menerus memperbaiki HMI: tempat para calon pemimpin bangsa disiapkan. Perkaderan di HMI bukan hanya mendorong kader yang memiliki rekam jejak gagasan, juga membentuk akhlak kepemimpinan yang layak jadi teladan. Dengan menjaga komitmen ini, HMI akan selalu menempati posisi strategis dalam pembangunan bangsa di masa depan.
MENGEMBALIKAN HMI KE TENGAH RAKYAT (PIDATO KETUM PB HMI PADA DIES NATALIS HMI KE-68)
5 Februari 2015
Himpunan Mahasiswa Islam pada 5 Februari 2015 genap berusia 68 tahun. Usianya hanya terpaut 18 bulan dengan usia Republik Indonesia.
Kita bersyukur hingga kini HMI tetap hadir dengan kiprah kader beserta alumninya yang membanggakan. Dalam lingkungan kebangsaan yang terus mengalami dinamika dan perubahan, HMI tetap mampu memerankan diri dan memberi kontribusi kepada kemajuan masyarakat dan bangsa Indonesia secara produktif. Sepanjang usianya, HMI telah melahirkan begitu banyak intelektual, pemimpin politik, aktivis sosial, birokrat, pengusaha, dan kaum profesional lainnya.
Sejarah HMI menjadi berharga karena dukungannya secara terus-menerus terhadap perkembangan bangsa Indonesia. Figur-figur besar seperti Lafran Pane, Ahmad Dahlan Ranuwihardjo, Nurcholish Madjid, atau para syahid seperti Ahmad Wahib dan Munir, adalah telaga hikmah yang menyediakan teladan bagi kita untuk terus menyegarkan semangat dalam berjuang bagi kemajuan masyarakat.
Dari mereka kita belajar, siapa mau berjuang niscaya harus bersedia menanggung kerugian kecil dan bersifat sementara untuk diri sendiri, dengan berani memusatkan perhatian pada usaha mewujudkan kebajikan bagi orang banyak. Suatu usaha yang dilandasi keyakinan bahwa tidak ada keberhasilan tanpa jerih payah, sebagaimana tidak akan ada bahagia hari raya tanpa berpuasa.
Independensi adalah khitah , yaitu sikap terbuka dan selalu sedia menjaga jarak yang sama dengan segala hal, kecuali kebenaran. Independensi bukanlah sikap pasif menunggu ke mana embusan angin, namun berwujud pada kerja amar makruf. Dalam bingkai kekinian, amar makruf berarti proaktif, saling membantu, bergotong royong, membangun, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Dalam lapangan pengabdian masa kini, amar makruf tak bisa lagi sekedar mengandalkan semangat berkobar saja, namun juga mensyaratkan wawasan keilmuan mendalam dan kemampuan teknis yang mumpuni. Keduanya menjadi prasyarat dari profesionalitas dalam sebuah bidang spesialisasi. Tentu bukan profesional yang tinggal di menara gading, namun seorang spesialis yang tekun dan konsisten, yang membaktikan kemahirannya secara tulus dalam memecahkan masalah kemasyarakatan.
Dengan semangat tersebut, kami menyelenggarakan kepengurusan PB HMI periode 2013-2015, yang alhamdulillah telah menginjak akhir tahun kedua. Berkat perhatian dan bantuan dari banyak pihak, kepengurusan PB HMI kali ini dapat berlangsung kondusif dan kontributif. Independensi organisasi dan soliditas kepengurusan relatif terjaga sepanjang momentum politik yang telah berlalu.
Melalui kepengurusan ini, PB HMI telah memiliki kantor/ sekretariat baru di Jln Sultan Agung 25A, beranjak dari kantor lama di Jln Diponegoro 16A. Untuk menunjang konsolidasi, kami segera luncurkan insan cita.co, portal jejaring sosial khusus HMI.
Penataan pranata organisasi juga terus dilakukan melalui peningkatan kapasitas pengurus, pembaruan pedoman perkaderan, dan penguatan lembaga-lembaga profesi serta badan penelitian dan pengembangan. Juga yang sedang berjalan, yaitu pendalaman demokrasi substansial melalui pendampingan komunitas, masih akan terus dilaksanakan.
Membincang HMI adalah membincang wajah-wajah optimistis bagi keindonesiaan. Tidak saja karena sejarah HMI, pada tapal-tapal sejarah dan momentumnya yang paling menentukan, berjalin erat dengan sejarah bangsa ini. Juga karena HMI akan terus menjadi ruang belajar bagi mahasiswa Islam untuk mendidik diri dan berkontribusi aktif bagi pembangunan bangsa.
Indonesia kini selayaknya diberi nama Indonesia pasca- Reformasi. Dengan segala kekurangannya, impian-impian yang mengemuka pada gerakan Reformasi 1998 bisa dikatakan sudah berakhir. Periode perubahan rezim sudah berlalu dan menghasilkan banyak perubahan: kebebasan sipil-politik yang meluas, luruhnya supremasi militer, dan bangkitnya politik sipil melalui gerakan kesukarelawanan dan sistem multipartai.
Indonesia kini telah mantap berada di jalur konsolidasi demokrasi. Tantangan terbesar menuju demokrasi yang bermutu tinggi adalah masalah pembagian sumber daya politik yang timpang. Secara ideal, mestinya setiap warga negara memiliki kemampuan yang sama untuk menentukan kebijakan-kebijakan penting yang diambil negara.
Tugas pemerintah adalah mengeliminasi jarak yang menganga, di antara aspirasi rakyat dan kebijakan negara. Dalam hal ini, kita selalu membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan aspiratif. Kepemimpinan yang tangguh bukan hanya karena dukungan koalisi politik, namun karena berpegang teguh pada konstitusi, sambil merendahkan telinganya pada jerit aspirasi masyarakat.
Demokrasi kita melalui pemilukada langsung, dengan segala kurang di segala sisinya, telah menerbitkan harapan. Sejalan dengan desentralisasi kekuasaan, muncul banyak kepala daerah yang menunjukkan kepemimpinan yang berkomitmen dan mengakar kuat pada aspirasi lokal. Sejak awal kemerdekaan republik, sirkulasi kepemimpinan nasional selalu berasal dari jalur pendidikan, militer, organisasi massa, dan dunia bisnis.
Kepemimpinan daerah kini telah menjadi rahim baru bagi kepemimpinan nasional. Prospek dan keberhasilan model kepemimpinan ini, kita sedang menunggu pembuktiannya, tak lain tak bukan adalah pada figur presiden kita saat ini, Bapak Ir Joko Widodo. Penguatan kelembagaan demokratis dan pembagian sumber daya politik melalui emansipasi rakyat adalah pilihan model perjuangan HMI yang relevan untuk dilaksanakan. Inilah saatnya mobilitas HMI dikembalikan ke tengah-tengah rakyat.
Dalam hal ini, HMI dapat bekerja memperkuat masyarakat madani (civil society) sebagai pengimbang kekuasaan negara dan pasar. Dengan mengisi ruang kosong dalam sistem demokrasi, tentunya peran HMI semakin menemukan relevansinya dengan keinginan untuk memenuhi kesejahteraan rakyat.
Bangsa Indonesia sedang berada pada kesempatan emas untuk segera melenting menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Struktur penduduk Indonesia sedang menjanjikan kesempatan untuk segera mencapai masa gemilang tersebut. Bonus demografi yang kita peroleh sejak 2012 perlu dimanfaatkan segera, untuk memacu produktivitas angkatan kerja dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Pada puncaknya kelak di tahun 2028, jumlah angkatan kerja mencapai 67% dari seluruh penduduk, dan rasio kebergantungan jatuh hingga titik terendah 47%, artinya 100 penduduk usia produktif hanya menanggung 47 usia nonproduktif. Tulang punggung pemanfaatan bonus demografi adalah pemuda. Konsentrasi pembangunan pemuda menjadi strategis bukan hanya karena jumlahnya, karena inilah masa penentuan kualitas dalam kehidupan seseorang.
Perubahan kondisi sosial-ekonomi yang terjadi pada pemuda akan menentukan perubahan yang berlangsung sepanjang hidupnya. Kunci utamanya adalah pendidikan yang berkualitas dan terbuka bagi semua. Tak boleh ada satu pun remaja yang luput dari akses terhadap lembaga pendidikan.
Metode belajar harus diusahakan dapat sesuai dengan kebutuhan sosial dan menekankan pada keterampilan hidup (life skill), yaitu penguatan karakter dan kemampuan sosial. Selain itu, kita perlu segera mengubah paradigma, dengan memperlakukan pemuda sebagai aset dan kekuatan, bukan beban masalah. Memandang pemuda sebagai beban masalah hanya akan membawa pada kebijakan jangka pendek yang reaksioner, sekadar anti-ini dan anti-itu.
Sebaliknya dengan memperlakukan pemuda sebagai aset dan kekuatan masa depan, niscaya membawa pada model kebijakan yang sistematis dan berorientasi pembangunan jangka panjang. HMI sebagai organisasi mahasiswa, dengan kesempatan mengakses pendidikan dan pekerjaan lebih tinggi dibanding sebayanya, diminta atau tidak, akan selalu ikut bertanggung jawab untuk melakukan pendampingan terhadap pemuda yang tak berkesempatan.
Dengan potensi dan sebaran kader dan alumni HMI di seluruh Indonesia, kita sesungguhnya bisa berbuat lebih banyak untuk membantu penyediaan ruang belajar dan beraktualisasi bagi peningkatan kapasitas SDM pemuda. Jika satu cabang HMI minimal memiliki satu model pendampingan komunitas.
Dengan 200 lebih cabang yang kita miliki saat ini, ditambah gandeng tangan dari alumni dan lembaga yang ikut berpihak, maka sesungguhnya satu pekerjaan besar sedang kita bangun; menyiapkan generasi masa depan Indonesia yang unggul. Setiap organisasi barangkali tak bisa berkelit untuk melaksanakan tugas sejarahnya.
Merawat warisan nilai dan teladan dari para pendahulu yang baik, sambil menerima perubahan di masa kini untuk kemajuan yang lebih baik. Semoga penyampaian ini mendapat perkenan, dalam konteks saling mengingatkan dalam kebenaran, untuk memandu kita semua pada citacita masyarakat adil dan makmur yang diridai oleh Allah SWT. Yakin Usaha Sampai. ?
Arief Rosyid Hasan
Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI)