Makin ke sini, kesadaran untuk menggaet market atau audiens melalui komunitas semakin tinggi. Fenomena yang ada sekarang, menurut saya, lebih ke memanfaatkan kumpulan – kumpulan komunitas yang sudah eksis untuk goals tertentu. Sesederhana mengajak mereka untuk ikut suatu seminar, mengisi pameran, atau hingga ke hal yang kompleks seperti kolaborasi yang dilandasi legalitas tertentu.
Kalau dilirik ke belakang, organisasi seperti HMI, misalnya, justru mampu membuat ‘komunitas’ dari scratch. Rekrutmen dan kaderisasi anggota dilakukan dari akar rumput, dari kampus – kampus di Tanah Air.
Menurut beberapa kawan, saya termasuk sosok yang punya akses ke kedua model tersebut. Yakni, mampu membentuk komunitas dari tidak ada jadi ada. Dan mampu menggabungkan komunitas yang sudah ada untuk goals tertentu.
Saya paham, terminologi ‘komunitas’ seringkali dipandang sebelah mata. Sampai kita tiba di era saat ini yang serba fintech, startup, dan lain sebagainya. Perusahaan – perusahaan raksasa teknologi memandang komunitas seperti aset jangka panjang.
Komunitas kini jadi sasaran sniper marketing. Peluru tertuju pada komunitas dengan interest tertentu, yang punya peluang besar menggunakan produk/jasa/ikut mengusung social movement yang dituju.
Perusahaan – perusahaan canggih tadi bahkan membuat suatu departemen atau divisi tertentu untuk menggarap komunitas. “Community relations” atau “community engagement” adalah dua terminologi yang biasa disematkan untuk peran mengurusi komunitas.
Komunitas – komunitas yang sudah ada tidak hanya berujung jadi data dalam tabel – tabel Excel belaka. Komunitas tersebut diajak dalam sederet kegiatan, dikirimkan newsletter secara rutin, dapat kesempatan khusus pada perayaan tertentu, dan sebagainya. Begitu “pihak swasta” memperlakukan komunitas.
Peluang yang sama, sesungguhnya bisa dimainkan untuk mendorong kemajuan bangsa. Relasi dan engagement yang terpadu pada komunitas dapat menjadi kekuatan untuk kita.
Pekan lalu, saya bertemu dengan eks orang nomor satu di Bukalapak, Kak Rachmat Kaimuddin. Beliau kini mendapat amanah sebagai advisor orang nomor satu di Kemenko Maritim dan Investasi.
Kak Rachmat menyampaikan, bahwa modal sosial berupa komunitas yang saya dan teman – teman jalankan, bisa dibawa ke banyak tempat. Misalnya, komunitas yang memiliki aspirasi kewirausahaan, bisa dikolaborasikan dengan marketplace, yang memang punya program rutin untuk latihan wirausaha digital.
Saya langsung membayangkan. Sebenarnya pelatihan wirausaha, tips dan trik berdagang online, sudah dengan mudah bisa kita baca lewat blog, atau nonton di YouTube. Namun, kalau berbasis pendekatan sniper, pelatihan tersebut akan mendapatkan target yang sesuai, dan harapannya, akan menjadi jalur akselerasi untuk menciptakan lapangan kerja lewat wirausaha.
Kalau contoh kecil seperti pelatihan jualan online tadi dapat terjadi dengan mudah, begitu pula aneka ikhtiar pemuda, yang sangat bisa dijalankan dengan community relations dan engagement.
Tak terasa, makna community relations dan engagement tersebutlah yang sering saya dan teman – teman jalankan selama ini. Salah satunya pada momen spesial, Gala Dinner 30 organisasi pemuda dengan Masyarakat Ekonomi Syariah untuk menciptakan MuslimPreneur di Indonesia.
Saya jadi semakin bersemangat dan seolah mendapatkan bahan bakar ekstra untuk berbagai gerakan berbasis komunitas untuk kemajuan umat dan bangsa!
Pesan Sayang untuk 75 Tahun HMI
HMI tahun ini merayakan dies natalis yang ke-75. Ada sebuah pesan sayang untuk HMI, yang sudah saya sampaikan pula pada Diskusi Publik “75 Tahun HMI: Visi Pemuda Menyambut Indonesia Emas 2045”. Diskusi ini berlangsung Sabtu, 5 Februari lalu, di DPRD Yogyakarta, dengan tuan rumah HMI Cabang Yogyakarta.
Pesan sayang dari saya pada intinya adalah ajakan agar HMI mampu beradaptasi.
Indonesia saat ini surplus anak muda, tapi saya bisa menyaksikan, makin sedikit yang tertarik untuk bergabung ke organisasi hijau – hitam. Mungkin saja HMI dianggap tidak bisa menjawab kebutuhan dan keinginan mereka terhadap situasi zaman now. Belum lagi, terhadap harapan pemuda yang esensial, yakni memenuhi kebutuhan ekonomi dan lapangan kerja.
Pada acara tersebut, saya menyampaikan, agar HMI jangan sampai punah seperti dinosaurus. Amat disayangkan, tokoh – tokoh bangsa dari HMI dengan torehan emas, jangan sampai ke anak cucu kita hanya sekadar cerita, tapi HMI tak lagi eksis di mata mereka.