Siang itu, hari Selasa yang terik, tanggal 20 Agustus 2024. Masih dalam rangkaian HUT ke-79 Republik Indonesia, teman-teman TKN Fanta menginisiasi agenda panen singkong, sekaligus silaturahmi dengan petani milenial hingga petani pelajar. Saya bergerak ke lokasi, di Desa Cibanteng, Ciampea, Kabupaten Bogor, dengan menumpangi KRL. Kami berangkat dari Cikini menuju Stasiun Bogor pada jam 2 siang.
Sekitar 1,5 jam kami tempuh dengan menumpang KRL. Sebenarnya, waktu terbanyak habis dari 1,5 jam tersebut adalah di Stasiun Bogor. Jam 4 sore, stasiun sudah sangat padat, dan begitupun jalanan di sekitar stasiun. Kami menghabiskan setengah jam lagi dari stasiun dengan menumpang mobil, menuju ke Desa Cibanteng. Sampai di sana, kami sudah disambut para petani pelajar, di saung yang didirikan oleh pengurus Desa Wisata Cibanteng.
Sudah kali kedua saya ke tempat yang dikelola oleh Kang Pardi dan kawan-kawan. Kang Pardi adalah Koordinator Fanta Village, seorang petani muda yang istikomah mengambil jalur pertanian sebagai mata pencaharian. Tak hanya mendapat penghasilan, Kang Pardi juga punya niat mulia untuk membentuk lebih banyak petani berwawasan global.
Kang Pardi sudah dua kali mendapat kesempatan untuk beasiswa belajar pertanian ke negeri Sakura, Jepang. Kang Pardi berkisah, sepulang dari beasiswa ke Jepang yang pertama, dia mengelola lahan yang masih sangat kecil. Akhirnya, dia ikut mengelola lahan milik tetangganya. Perlahan-lahan, penghasilan dari mengelola lahan orang lain dia tabung untuk menyicil membeli lahan sendiri. Kemudian pada 2016, Kang Pardi berhasil kembali dikirim ke Jepang. Saat itu, petani senior yang menjadi mentornya menantang Kang Pardi untuk berbuat lebih untuk komunitasnya.
Tantangan tersebut menjadi lecutan bagi Kang Pardi. Dengan upaya keras dan konsisten, dia berhasil menjadi inspirasi bagi petani di Desa Cibanteng. Kang Pardi memimpin pertanian berbasis data, dan turut menyukseskan agar hasil tani singkong milik warga dapat masuk ke pabrik. Kini, singkong dari lahan Kang Pardi dkk telah ‘dikontrak’ untuk disuplai ke pabrik keripik ternama yang sering kita temui di minimarket dan warung-warung.
Membangun komunitas juga dilaksanakan Kang Pardi dan rekannya, Kang Zein, melalui kursus bahasa asing gratis bagi petani pelajar. Setiap Rabu, dia memberikan kursus bahasa Jepang dan Korsel. Setelah kami panen singkong, sang pelajar tadi, perempuan, selangkah lagi akan juga dikirim untuk belajar bertani ke Jepang.
Akhirnya, tak hanya mengajari cara ‘survive’ dengan menjadi petani, Kang Pardi membuat profesi petani menjadi sangat keren, dengan ikut mengajarkan ‘way of life’ petani-petani di luar sana. Kang Pardi juga tetap menjaga kearifan lokal, dengan tetap bersikap selayaknya pemuda Bogor, dan selalu menjadi imam pada kesempatan salat berjemaah.
Jika kita diberi kesempatan, mari kita menjadi Kang Pardi – Kang Pardi berikutnya. Menjadi ‘game changer’ untuk hidupnya, dan untuk masyarakat di sekitarnya.