Arief Rosyid Hasan

Bulan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah ruang penuh cahaya bagi umat Islam. Kita tidak hanya mengenang kelahiran manusia agung, tetapi juga merenungi setiap pesan Al-Qur’an yang diturunkan untuk menguatkan beliau. Salah satu surah paling relevan bagi kita hari ini adalah Surah Al-Insyirah, pedoman kesabaran, optimisme, dan produktivitas.

Momentum Maulid selalu mengingatkan kita pada perjalanan Rasulullah yang tidak mudah. Dakwah beliau penuh rintangan, ejekan, dan ancaman. Namun, beliau tetap teguh karena janji Allah: bahwa setiap beban akan diringankan, setiap kesulitan akan disertai kemudahan, dan setiap perjuangan harus ditutup dengan tawakal.

Pelapangan Dada

Almarhum KH. Ali Yafie, seorang ulama besar bangsa, sebelum wafat berpesan agar saya terus membaca dan merenungi Surah Al-Insyirah. Pesan itu sederhana tetapi mendalam. Beliau mengingatkan, surah ini bukan sekadar bacaan, melainkan wasiat hidup yang meneguhkan hati siapa pun yang menapaki jalan perjuangan.

Beliau sering berkata bahwa syarh al-shadr—pelapangan dada—adalah kunci menghadapi kehidupan. Hati yang lapang tidak mudah marah, tidak cepat putus asa, dan tidak sombong ketika diberi kemenangan. Dengan lapang dada, manusia mampu menerima ujian hidup sebagai bagian dari pendidikan Allah untuk menguatkan jiwa.

Bagi orang muda, pelapangan dada berarti kesiapan menerima kritik, kegagalan, dan kenyataan pahit tanpa hancur. Dalam dunia yang serba cepat hari ini, tekanan akademik, sosial, maupun pekerjaan sering membuat banyak orang muda rapuh. Surah Al-Insyirah memberi obat: lapangkan dada, hadapi dengan sabar, dan jadikan ujian sebagai jalan bertumbuh.

Peringanan Beban

Surah ini juga menegaskan: “Dan Kami telah meringankan bebanmu, yang memberatkan punggungmu.” (QS. 94:2–3). Rasulullah diberi janji bahwa beban dakwah yang berat tidak akan dibiarkan begitu saja, tetapi akan diringankan oleh Allah. Inilah janji yang berlaku untuk semua hamba-Nya, termasuk generasi muda.

KH. Ali Yafie sering memberi nasihat bahwa setiap tanggung jawab adalah amanah, bukan musibah. Seberat apa pun, Allah tidak akan membebani seseorang di luar kemampuannya. Prinsip ini membuat kita tidak boleh menghindar dari amanah, melainkan menghadapinya dengan keyakinan bahwa Allah akan memberi kekuatan tambahan.

Orang muda sering merasa hidup terlalu berat: tugas sekolah menumpuk, organisasi menuntut energi, pekerjaan menekan pikiran. Namun sesungguhnya, beban itu sedang melatih. Seperti seorang atlet yang berlatih dengan beban agar ototnya kuat, demikian pula manusia diuji agar jiwa dan karakternya kokoh. Beban adalah bagian dari proses menuju kedewasaan.

Kesulitan dan Kemudahan

Pesan paling indah dari Surah Al-Insyirah adalah janji Allah: “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. 94:5–6). Dua kali ditegaskan, agar manusia yakin bahwa kesulitan tidak pernah berdiri sendiri. Bersamaan dengan ujian, Allah menyiapkan jalan keluar, meski kadang kita tidak segera melihatnya.

Optimisme ini sangat relevan bagi generasi muda. Dunia modern penuh ketidakpastian: teknologi berkembang cepat, ekonomi bergejolak, dan kompetisi semakin ketat. Banyak yang jatuh pada pesimisme atau keputusasaan. Namun janji Allah adalah pegangan: tidak ada malam yang abadi, selalu ada fajar yang datang setelah gelap.

Rasulullah sendiri adalah teladan terbaik. Ketika beliau diusir dari kampung halaman, ketika sahabat-sahabatnya disiksa, ketika boikot ekonomi menjerat kaum Muslimin di Makkah, beliau tetap yakin pada janji Allah. Dan benar, setelah kesulitan itu datang kemenangan: perjanjian Hudaibiyah, Fathu Makkah, dan kejayaan Islam.

Bagi orang muda, kesulitan bukan alasan untuk berhenti. Gagal ujian bukan akhir jalan, kehilangan pekerjaan bukan akhir harapan, ditolak dalam organisasi bukan tanda tak layak. Semua itu adalah “ma’al ‘usri yusra”—bersama kesulitan ada kemudahan. Syaratnya hanya satu: jangan menyerah, terus berusaha, dan tetap bertawakal.

Produktif dan Tawakal

Allah menutup Surah Al-Insyirah dengan perintah: “Apabila engkau telah selesai dari suatu urusan, maka tetaplah bekerja keras untuk yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmu engkau berharap.” (QS. 94:7–8). Pesan ini menekankan bahwa hidup tidak boleh berhenti pada satu keberhasilan. Setelah tuntas, bergeraklah lagi untuk tugas berikutnya.

Bagi generasi muda, ini adalah dorongan untuk produktif tanpa henti. Jangan cepat puas dengan satu prestasi. Jika selesai kuliah, berjuanglah di dunia kerja. Jika berhasil di organisasi, lanjutkan dengan karya sosial. Jangan berhenti. Hidup harus terus diisi dengan kontribusi, karena waktu yang terbuang tidak akan kembali.

Namun produktivitas harus diiringi dengan tawakal. Banyak orang muda ambisius, tetapi mudah stres karena lupa bersandar kepada Allah. Surah Al-Insyirah menegaskan: setelah berusaha, serahkan hasilnya kepada Allah. Tawakal bukan berarti pasif, tetapi menempatkan hati pada ketenangan, bahwa apa pun hasilnya adalah bagian dari rencana-Nya.

Bulan Maulid pun mengingatkan kita akan teladan Nabi muda. Beliau tidak pernah berhenti berkarya, meski ditolak, dicaci, bahkan disakiti. Beliau terus bergerak, sabar menanggung beban, dan akhirnya mengubah penderitaan menjadi energi peradaban. Inilah sikap produktif yang bersandar penuh kepada Allah.

Dengan semangat Al-Insyirah, orang muda Indonesia bisa belajar untuk tidak gentar menghadapi tantangan zaman. Lapangkan dada ketika dikritik, kuatkan diri saat menanggung beban, optimis dalam menghadapi kesulitan, dan jangan pernah berhenti berkarya. Semua itu akan menjadi bekal untuk membangun masa depan bangsa yang lebih gemilang.

Seperti wasiat KH. Ali Yafie, Surah Al-Insyirah adalah pesan kehidupan. Ia adalah cahaya yang mengajarkan sabar, optimisme, produktivitas, dan tawakal. Jika pesan ini kita pegang erat, maka generasi muda akan mampu menjawab panggilan sejarah: menjadikan tantangan sebagai peluang, dan menjadikan Indonesia Emas 2045 sebagai kenyataan.