Pilkada Jakarta 2024 memecahkan rekor. Ironisnya, rekor yang dipecahkan adalah rendahnya partisipasi pemilih. Menurut Ketua KPU Wahyu Dinata, jumlah pemilih yang menyalurkan hak suara ke TPS hanya 50 hingga 60 persen dari total daftar pemilih tetap (DPT). Dengan kata lain, pemilih yang ikut mencoblos jumlahnya hanya sekitar 4 juta dari 8,4 juta pemilih.
Pada Pilkada sebelumnya tahun 2017 lalu, angka partisipasi pemilih Jakarta naik dari 65 persen (2012) menjadi 70 persen (2017).
Perlu evaluasi menyeluruh terhadap lemahnya partisipasi politik elektoral warga Jakarta, khususnya pemilih muda. Sekilas, kami menganalisis, para pemilih tak punya cukup waktu untuk mengenal rekam jejak para calon. Selain itu, pemimpin ke depan perlu menancapkan keteladanan dan pemahaman agar generasi muda tidak apolitis.
Partisipasi anak muda yang ‘nggak segitunya’ ini mungkin bisa berubah jika Pilkada Jakarta berlangsung sebanyak dua putaran. Para pemilih punya ‘extra time’ untuk menilai bibit-bebet-bobot calonnya. Selain itu, diskusi-diskusi tentang kebijakan publik juga dapat semakin terbuka, serta membuka ruang partisipasi seluas-luasnya untuk masyarakat.
Kita juga perlu mengamati, apakah fenomena kurang partisipasi di Pilkada ini menjadi tren yang dominan di berbagai Pilkada di Indonesia.
Semoga para pembaca Newsletter ini termasuk kalangan melek politik, dan ikut mengawal kebijakan publik demi kebaikan bersama.