Dulu, pada tahun 2010, ketika baru menginjakkan kaki di Jakarta, Bundaran HI adalah salah satu landmark kota Jakarta yang sangat membekas buat saya. Tempat inilah yang membuka mata saya terhadap hiruk-pikuk ibukota Negara. Terkesima saya menyaksikan mobil-mobil mewah berputar, hingga melihat megahnya titik kumpul gedung pencakar langit.

Sebagai perantau, setiap lewat HI, saya selalu mengeluarkan ponsel Nokia milik saya kala itu. Kepentingannya tentu saja untuk membuka kamera, dan menangkap hingar-bingar kota ini. Meskipun saat itu, teknologi belum seperti sekarang. Yang penting, ada kenang-kenangan foto dengan kamera sekedarnya. Kebiasaan itu kebawa sampai hari ini, saat olahraga sendiri maupun bersama teman atau keluarga.

Kebiasaan ‘foto di HI’ saya lanjutkan pada pagi hari di CFD pekan lalu bersama kedua rekan seperjuangan di PB HMI periode 2013-2015. 

Alhamdulillah silaturrahim kami terus terjalin. Sebab, kami percaya apa yang dibangun sejak lama akan bermanfaat untuk masa kini dan masa depan. Perjuangan masih panjang. Oleh karenanya, kita butuh sabar dan konsisten untuk tujuan mulia, yakni mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah.

Yang juga mencuat dari diskusi kami kala itu, adalah amal sosial menjadi sesuatu yang penting untuk terus dijalankan. Kebermanfaatan inilah yang membuat Allah permudah berbagai aktifitas kita diberbagai lini, apalagi sebagai aktivis yang selalu bicara komitmen keumatan kebangsaan.

Kembali ke judul, Monumen Selamat Datang ini seakan berbisik, kalian pernah bukan siapa-siapa. Belajarlah untuk terus rendah hati tanpa boleh direndahkan, selalu ingat sejarah untuk meniti hari esok yang lebih gemilang. Bismillahirrahmanirrahim