Sesuai janji, 15 – 17 Juni lalu saya memulai rangkaian roadshow Gen-Sy dari ujung paling barat Indonesia, yakni Aceh dan Medan. Perjalanan ini bertajuk “Kopdar gaMES: Gen-Sy is Coming!”.
Kopdar alias kopi darat alias pertemuan pada roadshow ini adalah ikhtiar untuk semakin mem-familiarkan ekonomi syariah ke muda – muda yang kami beri predikat sebagai Gen-Sy.
Gen-Sy adalah istilah yang kami kenalkan ke masyarakat, untuk menandai anak – anak generasi milenial hingga gen-Z, yang memiliki gaya hidup sesuai syariah dan termasuk melek finansial atau mengenal produk – produk ekonomi syariah.
Kick-off KopDar Gen-Sy berlangsung di Banda Aceh. Kami sempat bertemu Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman. Alhamdulillah, wali kota yang juga pernah menjadi bankir ini, mendukung penuh kehadiran Gen-Sy.
Bertempat di Pendopo Wali Kota Banda Aceh, Selasa (15/06), saya menyatakan kepada Pak Wali Kota dan hadirin, bahwa Aceh sudah selangkah lebih maju dalam menerapkan sistem ekonomi syariah melalui Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS), sehingga saya pun menyerukan agar Aceh harus menjadi kiblat ekonomi syariah di Indonesia dan dunia.
Selain di Banda Aceh, saya dan teman – teman juga berhasil menemui kepala daerah di Kabupaten Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Selatan, dan kota Babussalam.
Kemudian, bergeser ke Sumatera Utara lewat jalur darat, kami mengunjungi Kabupaten Dairi, Karo, Deli Serdang, dan akhirnya, kota Medan.
Di Kota Medan, rangkaian acara Kopdar Gen-Sy dimeriahkan juga oleh Seminar Nasional Peran Bank Syariah Indonesia Dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia di Ballroom Focal Point, Medan, Kamis (17/6).
Kami akan terus menggerakkan Gen-Sy, sesuai komitmen awal, dari Aceh hingga Papua. Perjalanan insya Allah akan kami akhiri di Papua pada 17 Agustus 2021 nanti.
Mempertanyakan Jabatan Komisaris
Pekan lalu, saya janjian untuk berdiskusi dengan Rijal Jamal, seorang konten kreator asal Makassar yang juga aktivis yang dikenal lihai berpantun. Saya sengaja janjian di Masjid Sunda Kelapa.
Tak disangka, Rijal membawa serta perlengkapan podcast-nya, dan kami melangsungkan wawancara di halaman Masjid Sunda Kelapa.
Rijal memulai obrolan dengan kisah masa – masa perjuangan saat baru merantau dari Makassar ke Jakarta.
Bukan Rijal Jamal kalau tidak melontarkan pertanyaan – pertanyaan kritis, yang jawabannya memang dinanti – nanti oleh netizen. Rijal membawa ilustrasi personel Slank Abdee Negara yang ditunjuk jadi Komisaris Telkom.
Rijal menanyakan, apakah jabatan komisaris hanya diberikan kepada mereka yang ‘berkeringat’, menjadi pendukung rezim yang berkuasa.
Sayapun menjelaskan, bahwa memilih berdasarkan unsur kedekatan bukanlah keniscayaan. Namun, untuk saya pribadi, memangku jabatan komisaris ini saya lewati dengan beberapa tahapan. Total, empat tes harus saya jalani.
Tes kompetensi yang terakhir, juga harus saya tempuh, dan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan. Profil saya juga dipantau. Termasuk bagaimana saya tampil di publik, yang tecermin dari unggahan di media sosial.
Kembali ke persoalan memilih, saya juga memberikan ilustrasi, gaya kepemimpinan Rasulullah, yang menunjuk sahabat – sahabatnya untuk posisi yang penting. Mereka inilah yang kita kenal dengan sahabat nabi alias khulafaur rasyidin.
Jadi, memberikan tanggung jawab kepada seorang dari lingkaran untuk mengampu jabatan strategis bukanlah hal yang terlarang. Selama, orang tersebut memiliki kapasitas, dan punya kelebihan yang mampu saling mengisi dengan jajaran penggerak perusahaan.
Topik serupa juga saya sampaikan pada podcast dengan Palacheta Subianto, Ketum BPC HIPMI Medan.
By the way, terima kasih Rijal Jamal dan Palacheta Subianto untuk kesempatan ngobrol – ngobrol di podcast-nya. Saya sangat senang dengan anak muda yang memiliki critical thinking yang luar biasa, dan selalu berpikir untuk memberdayakan anak – anak muda di sekitarnya.
Simak wawancara saya dengan Rijal di link berikut ini, dan wawancara dengan Palcheta di link berikut ini.