Kalau dipikir-pikir, kenapa sih orang di Bulan Ramadan, berpuasa, naik pesawat berjam-jam, meninggalkan keluarga, untuk melaksanakan umrah Ramadan. Puasa saja sangat menantang, apalagi harus disertai dengan ibadah malam Ramadan seperti tarawih 10 rakaat, qiyamul lail 10 rakaat, lanjut dengan rangkaian tawaf-sai di Makkah.
Tapi itulah pengorbanan umat. Mencari ridho dan ampunan Allah SWT adalah alasan jutaan umat Muslim berbondong-bondong ke Makkah dan Madinah di bulan Ramadan ini untuk umrah. Pahala umrah Ramadan setara dengan ibadah haji – yang kita sama-sama tahu, tidak mudah dan murah untuk mendapat panggilan haji. Selain itu, amalan-amalan seperti salat, puasa, sedekah dan sebagainya, pahalanya akan dilipatgandakan manakala dilakukan dengan tulus dan ikhlas di Baitullah.
Saat jelang akhir Ramadan, umat Muslim juga berlomba-lomba mendapatkan malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malam Lailatul Qadar ini dapat turun pada malam ganjil terakhir, utamanya di malam 27 dan 29. Saya sendiri merasakan, pada malam 27 dan 29 Ramadan, saat di Madinah, ratusan ribu orang sudah mengambil saf di dalam Masjid Nabawi maupun di pelatarannya – untuk bisa memastikan tempat untuk salat tarawih pada jam 20 dan qiyamul lail di jam 00.30 dini hari. Dalam 24 jam, dipastikan waktu istirahat hanya pada saat sahur, buka puasa, dan tidur 2-3 jam saja. Masya Allah.
Pada malam 29, tentara Saudi ikut turun. Di seragamnya, tertulis “National Emergency Force”. Usai salat magrib, ribuan atau mungkin puluhan ribu jemaah sudah tidak boleh lagi masuk area masjid. “Full ya hajj..,” kata petugas-petugas tersebut. Alhasil, kami dan jemaah lainnya, termasuk warga lokal dan para pejaga toko di sekitaran Nabawi hanya kebagian saf di jalan-jalan beberapa blok hingga radius 1km dari masjid. Di malam yang sama, diperkirakan 2,5 juta jemaah memadati Masjidil Haram di Makkah.
Bagaimana rasanya sebagai jemaah yang merasakan kurang istirahat dan berdesakan untuk ibadah? Memang awalnya lelah. Linu, serasa dehidrasi, dan sebagainya. Namun, saat sudah mendapat kesempatan untuk berdoa sepuasnya di tempat-tempat yang mulia, berbuka puasa sederhana dan duduk dengan sesama jemaah, mengikuti tawaf, berkesempatan mencium hajar aswad, seluruh rasa lelah berganti dengan syukur tak berkesudahan. Bahkan rasanya ingin mengulang lagi pengalaman-pengalaman magis ini bersama jutaan Muslim lainnya. Insya Allah, kita semua diberi kesehatan dan karunia untuk kembali menjadi tamu Allah. Aminn.