Arief Rosyid Hasan
(Ketum PB HMI 2013-2015)
Teringat diawal periode sebagai Ketua Umum PB HMI 2013-2015, kami menyelenggarakan Rakernas I PB HMI di Kampus IPB Bogor. Selama tiga hari kami bersama untuk menyamakan frekuensi dan merumuskan rencana kerja dengan teman2 PB HMI 2013-2015.
Program pertama ini tentu tidak saya lewatkan sebagai Ketua Umum untuk menyampaikan visi “HMI untuk Rakyat”, juga yang bersejarah dari kegiatan tersebut adalah sesi “System Thinking Learning Organization” disingkat STLO, bersama para pakar hingga profesor dari berbagai kampus.
Prof. Atja Razak Thaha (Universitas Hasanuddin), Dr. Djunaidi M. Dachlan (Universitas Hasanuddin Prof. Purnawan Junaidi (Universitas Indonesia), dan Alm. Prof. Husni Muadz (Universitas Mataram) hadir secara full time di kampus IPB Bogor sebagai lokasi kegiatan Rakernas I PB HMI 2013-2015.
Awal tahun 2000an, STLO yang diadaptasi dari buku Peter Senge “The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization”, sedang marak diujicoba dalam kurikulum kampus. Tentu tujuannya adalah melahirkan manusia pembelajar yang sukses menggawangi organisasi pembelajar.
Dalam buku tersebut, Peter Senge menjelaskan bahwa sebuah organisasi perlu bertransformasi terus menerus sehingga bisa beradaptasi terhadap segala zaman. Organisasi harus menerapkan lima disiplin yakni penguasaan pribadi, membagi visi, model mental, berpikir sistem, dan pembelajaran kelompok.
Satu hal yang melekat dari sesi STLO di Rakernas PB HMI tersebut adalah ketika almarhum Prof. Husni memaparkan tentang relasi intersubjektivitas. Dalam penjelasannya misalnya hubungan antar manusia harus selalu dibangun setara, hubungan yang saling menghormati dan menghargai.
Dilengkapi almarhum Prof. Husni Muadz dengan buku berjudul “Anatomi Sistem Sosial; Rekonstruksi Menggunakan Nalar Sistem”, beliau menjelaskan bagaimana relasi intersubjektivitas rekognitif adalah relasi keberterimaan tanpa syarat yang lahir akibat adanya kesadaran akan kesamaan harkat dan martabat sebagai manusia.
Relasi ini berkaitan dengan aktivitas individu yang ditandai dengan terus menerus adanya tindakan komunikasi atau dialog dan tindakan lainnya yang saling berterima dari semua komponen. Dialog adalah institusi dimana masing-masing individu ketika berbicara dan/atau mendengarkan siapa saja dan dimana saja selalu melakukannya dengan menggunakan prinsip rekognisi, yaitu kebenaran dan cinta.
Dalam konteks inilah ingatan saya menyala, mengingat kehadiran almarhum Kholis Malik, yang diaminkan oleh banyak senior yang hadir ketika memberi testimoni tentang almarhum ketika pengajian dan takziah malam ketujuh (24/11/2024) di rumahnya sekitar Cakung, Jakarta Timur.
Almarhum Kholis Malik adalah pendengar yang baik bagi siapapun yang datang kepadanya, setia menyimak apapun yang disampaikan baik dari yang senior maupun junior. Ketekunan ini dilakukan almarhum tidak setahun dua tahun, mungkin puluhan tahun lalu ketika masih aktif sebagai Ketum PB HMI 2002-2004.
Tidak banyak dari kita yang memiliki kemampuan mendengar sebaik berbicara, apalagi sekelas pemuncak organisasi. Seringkali kita ingin lebih lama berbicara daripada mendengar, almarhum Kholis Malik sebaliknya, beliau sedikit dari orang yang akan lebih banyak mendengar daripada berbicara.
Dari pengetahuan yang saya dapatkan dari sesi STLO dalam Rakernas I PB HMI 2013-2015, almarhum adalah pembelajar paripurna. Kemampuan langka sebagai pendengar yang baik inilah yang perlu diteladani oleh kita semua. Kebenaran juga cinta terpancar dari keseimbangan mendengar dan berbicara.
Jelang 40 hari kepergian almarhum, yang akan dirangkaikan dengan “Acara Tahlilan Dan Doa Bersama” pada Jumat, 27 Desember 2024, kita perlu terus merawat ingatan baik bersama almarhum. Sembari belajar agar mampu menjadi pendengar bagi keluarga besar, meneruskan ketekunan almarhum. Al Fatihah!