drg. Arief Rosyid

Tulisan sebelumnya tentang “Beda Kucing dan Singa Menghadapi Hantu Berdasi” peroleh respon yang baik. Banyak yang ikut mendoakan seorang Bahlil Lahadalia bisa membawa perubahan yang berarti di lapangan pengabdiannya sekarang.

Tokoh seperti Din Syamsuddin dan Komaruddin Hidayat misalnya, ikut mengaminkan apa yang saya tulis tersebut. Indonesia dengan sejumlah kemewahan yang dimilikinya dari Tuhan, masih belum dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Indonesia memiliki sumber daya alam yang tak habis-habis, juga secara sumber daya manusia kita tak kekurangan orang baik. Sangat banyak malahan, tapi belum berbaris rapi dalam konsep jamaah yang ideal

Orang baik kita masih kalah oleh mereka yang selama ini punya niat buruk, mereka jauh lebih terorganisir. Seperti yang sudah saya tuliskan sebelumnya, hingga membangun kerajaan “hantu berdasi”.

Dalam satu diskusi tengah malam bersama salah satu mentor saya, bang Uceng (Zainal Arifin Muchtar). Beliau menitip pesan agar orang-orang baik harus bersama-sama ikut membangun oligarki bersifat jinak.

“Politisi, pengusaha, intelektual, dan kawan-kawannya harus juga membangun jejaring yang solid. Energi ini harus dikelola sebesar-besarnya dan seluas-luasnya, tidak boleh kalah oleh jejaring oligarki yang bersifat liar”, ujarnya.

Kebanyakan orang yang baik ini cenderung malu-malu untuk mengabarkan setiap agenda kebaikannya. Bisa jadi terlalu lowprofile, atau juga mungkin khawatir dianggap pamer. Yang sering ditemui yang terakhir ini, mereka enggan dianggap pamer.

Padahal keburukan yang terjadi sudah sampai ketingkat tidak tahu malu. Lebih banyak kita dipertontonkan oleh kelakuan-kelakuan yang sebenarnya telah menjadi rahasia umum, telah masuk kategori sangat memalukan.

Saking seringnya dibiarkan, akhirnya hal yang memalukan ini dianggap biasa saja. Nilai-nilai yang ideal terpinggirkan dan seperti yang saya sampaikan diatas, dampaknya orang baik mulai malu menampakkan setiap kebaikannya.

Menurut saya tidak usah ditunda lagi, tak perlu malu-malu, apalagi khawatir dianggap pamer. Semangat berbuat baik ini harus terus digembar-gemborkan, agar tidak jauh ketinggalan dengan semangat berbuat buruk yang kian merajalela.

Selain berbuat baik itu, harus disertai dengan memperbanyak kata-kata yang baik. Kata baik ini yang akhirnya akan membentengi kita untuk membuat keburukan.

Tulisan-tulisan sebelumnya yang juga peroleh banyak respon yakni tentang “Akhlak”. Ini menjadi bukti bahwa hal-hal yang selama ini diajarkan sejak kecil oleh orang tua di rumah hingga guru di sekolah mengalami kelangkaan.

Nilai-nilai budi pekerti yang baik seperti akhlak, etika, moral, tata krama, dan sopan santun adalah modal utama dan pertama. Setelah itu lalu kita arahkan pada tanggung jawab sosial, berbuat sebesar-besarnya untuk orang lain.

Nah tugas kita semua mulai mengumpulkan orang baik dalam setiap lapangan pengabdiannya. Lalu pelan-pelan mencari benang merahnya, dan berjuang bersama untuk Indonesia Maju.

Sayapun sama, sekuat-kuatnya mencari titik temu antar generasi muda. Mulai dari mereka yang di rumah ibadah hingga di lembaga pemasyarakatan, semua memiliki semangat untuk masa depan yang lebih baik.

Setelah berkumpul, berbaris kemudian!