Oleh drg. Arief Rosyid
Pagi ini (29/03/2020) diujung waktu berolahraga, saya mendengar sayup-sayup suara dokter Tirta dari gawai seorang penjaga Taman Lembang. Sambil beristirahat setelah membersihkan taman, ia dengan khusyuk mendengarkan video viral dokter Tirta yang sedang nge-gas.
Dokter Tirta membuka kesadaran kita bahwa dengan kemewahan yang diberikan oleh Tuhan, kita mampu berbuat yang terbaik untuk orang lain. Sebaik-baik manusia adalah mereka yang menancapkan banyak manfaat untuk sekitarnya.
Dalam situasi sedarurat ini beragam pilihan kemudiaan muncul, #dirumahaja sebagaimana yang dianjurkan Pemerintah atau melakukan aksi sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dokter Tirta melakukan yang kedua, meski akhirnya sebagai manusia tumbang juga.
Awal perjumpaan lewat kurir kebaikan dimulai pada tanggal 20 Maret 2020 di BNPB, ketika kami berinisiatif mengundang teman-teman influencer yang sudah dan akan melakukan aksi sosial untuk melawan Corona. Rachel mengumpulkan dana milyaran rupiah, dokter Tirta sudah melakukan penyemprotan kendaraan umum di terminal dan berbagi APD, Fatur menginisiasi desinfection chamber, Marshel dan Ricis membagikan sembako ke warga yang kurang mampu, dan banyak lainnya.
Tim ini kemudian berlanjut merencanakan apa saja yang bisa dikolaborasikan, tentu berjamaah dampaknya akan lebih besar daripada bekerja masing-masing. Kapasitas, jejaring, sumber daya, dan kelebihan satu sama lain akan saling bertautan dan jadi gelombang kebaikan yang besar.
Tanggal 21 Maret 2020, janjianlah kami di lokasi syuting mas Indra Bekti, di salah satu Hotel di Jakarta Barat. Waktu itu masih ada beberapa opsi yang sebenarnya sudah dilakukan bersama-sama.
Kami mendiskusikan banyak hal hingga apa yang terjadi hari ini dimasyarakat. Misalnya tentang dampak buat usaha kecil menengah, pekerja harian, hingga himbauan untuk bekerja dari rumah yang berujung pada liburan.
Nama kurir kebaikan ini lahir dengan kehati-hatian, kita ingin berbuat sekecil apapun yang kita mampu. Jika tak salah, nama ini keluar dari Emir yang diaminkan Fatur, dokter Tirta, Vinto, Ditra, Dedi, dan saya dalam perjalanan selanjutnya mencari makan siang.
Alasannya sederhana, kita ini cuma jadi jembatan orang-orang punya dengan orang-orang yang tidak punya. Atau orang-orang yang sedang bisa berbuat dan orang-orang yang belum bisa berbuat. Jadinya yah sebagai kurir kebaikan saja.
Kami kemudian memilih melipir ke warteg tersebut agar bisa membuktikan kalau dampak karantina sudah terasa meski belum ada kebijakannya. Warung dan dagangan kaki lima yang sehari-hari mesti mengais rezeki dari orang yang lalu lalang, kini sunyi sepi, amsyong.
Tak hanya satu warteg di kawasan Tebet tersebut, kami mengamatinya mulai dari daerah Jakarta Barat, ke Jakarta Pusat, hingga Jakarta Selatan. Sepanjang jalan, bergantian pedagang kaki lima tak punya pelanggan.
Beragam persoalan di depan mata melahirkan beragam inspirasi yang menggerakkan teman-teman muda ini untuk terus melakukan sesuatu hal yang mungkin juga diluar kemampuan kami.
Sekecil apapun upaya ini, kami berikhtiar untuk mengisi ruang kosong yang belum dikerjakan oleh Pemerintah. Seperti itulah fitrah generasi muda, sebagai pelopor sekaligus sebagai penggerak perubahan.
Kerja Keras Pemerintah
Kurang lebih seminggu sebelumnya, Sabtu tanggal 14 Maret 2020, saya peroleh telepon oleh Pak Jusuf Kalla (Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia) untuk ikut terlibat dalam rapat koordinasi di BNPB, setelah penunjukan Pak Doni Monardo sebagai Kepala Satgas melalui Keppres Nomor 7 tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19),
Sebelumnya beliau sudah meminta saya untuk ikut terlibat dalam pencegahan dan penanganan Corona ini, setelah muncul beberapa kejadian penularan di Korea dan Iran dari rumah ibadah. Sebagai pengurus tentu tak ada keraguan peroleh amanah oleh Ketua Umumnya.
Sejak saat itu saya menyaksikan bagaimana semua orang tersentak dengan virus Corona, yang oleh WHO disebut sebagai pandemi global. Kini sudah bergerak menuju ke 600 ribu, dengan kematian yang mencapai 5 % hampir 30 ribu orang.
Harus diakui Pemerintah dalam hal ini Menkes terlambat mempersiapkan dan merespon bencana ini, tapi kekhilafan itu yang membuat Pemerintah tak ingin mengulang kesalahan yang sama. Pertemuan itu menjadi awal segala orkestrasi kerja Pemerintah dibawah komando BNPB.
Sejak saat itu saya melihat semua ingin memberi kontribusi terbaiknya terhadap penanganan virus Corona ini. Pemerintah juga sadar tidak mungkin mengatasinya sendiri, berbagai pihak dilibatkan mulai dari organisasi-organisasi kemasyarakatan, pengusaha, hingga unsur masyarakat terlibat.
Inti dari pertemuan tersebut kalau kita semua harus siap menghadapi semua resiko terburuk sekalipun. Kita berbuat sekecil apapun yang kita mampu, meski dengan hanya #dirumahaja.
Pemerintah dengan apa yang dimilikinya hari ini sedang dan terus melakukan yang terbaik. Saya menyaksikan sendiri, bagaimana Kementerian BUMN paling responsif terhadap bencana ini.
Segala yang dimilikinya dimobilisasi untuk kepentingan penanganan Corona, mulai dari kebutuhan pokok seperti beras oleh Bulog juga menginstruksikan Telkom untuk bisa memberi pelayanan terbaiknya mendukung kerja dan belajar dari rumah.
Fasilitas publik seperti bandara, terminal, hingga pesawat-pesawatnya dilakukan penyemprotan desinfektan. Tidak sampai disitu, Erick Thohir menyulap wisma atlet menjadi Rumah Sakit Khusus Corona.
Semua rumah sakit BUMN diminta mempersiapkan diri untuk pasien Corona, hingga hotel-hotelnya dijadikan fasilitas untuk tenaga kesehatan yang akan bertugas. BUMN juga membuka volunteer untuk membantu di RS Khusus Corona tersebut.
Tentu saja masih banyak kekurangan disana-sini, dengan barunya masalah dan ketidakpastian dampak dari Corona ini harus dimaklumi. Tapi bahwa mereka tak berhenti berpikir dan berbuat dalam mengatasi masalah ini harus diapresiasi.
Diakhir tulisan ini saya ingin mengutip apa yang disampaikan Erick Thohir di konser Narasi TV semalam. Ini saatnya kita bersatu melawan Corona, gotong royong, saling bantu dan berikan solusi, kita jaga Indonesia dari rumah. Mungkin virus ini membuat bosan, tapi ingat, jangan pernah bosan mencintai Indonesia.